Kamis, 10 Juli 2014

Belum ada judul



JAM PASIR
Jam pasir itu terus menunjukkan aktifitasnya  yang tak pernah berhenti. Diterpa sinar bulan di sela-sela jendela menunjukkan kesan mistis. Mungkin ini satu-satunya cara agar ia bisa tertidur. Dengan terus memandangi jam pasir itu, imajinasi yang melayang-layang berputar dengan riang di kepalanya. Membuat dia sering tersenyum sendiri. Jam pasir itu adalah kado dari ibunya tahun lalu. Di bagian atas dan bawah jam itu bertuliskan “Gisella” yang tak lain adalah  nama dari gadis cantik itu.
1 jam sebelum tidur hanya jam pasir itu yang setia menemaninya. Terdengar gemerisik, dia hanya tersenyum. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Yang jelas dia senang dengan suasana seperti itu. Lambat laun dia terlelap dan hanya jam pasir itu yang setia menemaninya yang seolah-olah selalu menjaga saat Gisella tidur. Suara binatang malam yang saling bersahutan, menemani mimpi Gisel yang mulai berjalan entah kemana. Terlelap dan semakin lelap, dan semakin cantik saja saat dia tertidur.
Menjelang  tengah malam, seseorang masuk ke kamar Gisel, pintu dibuka perlahan, dan munculah seorang wanita paruh baya, yang tak kalah cantik dengan Gisel, Rita Anggraini, itulah wanita itu yang tak lain adalah ibu Gisel. Wanita yang tegar, tangguh dan memiliki perjuangan hidup yang sangat berat, namun dia yakin bisa melewatinya. Dengan hati-hati dia mengelus rambut putri semata wayangnya itu. Baginya, Gisel adalah segalanya, harta yang tak ternilai harganya. Dan di malam itu ia hanya menyempatkan diri untuk sekedar mencurahkan kasih sayangnya untuk Gisel. Perlahan dia mencium pipi Gisel, dan memberi selimut di tubuh Gisel. “Selamat tidur sayang” katanya dalam hati.    
Hingga pagi hari jam beker berbentuk sapi sudah siap siaga mengganggu dan memporak porandakan mimpi Gisel. Tangan Gisel meraba-raba namun  jam beker itu jatuh dan PRAAAKKK!!!. Kaca jam itu pecah berkeping-keping. Gisel hanya membelalakkan matanya. Satu-persatu pecahan kaca itu dia pungut, dan dia berharap bisa menatanya kembali. Namun apa daya. Mustahil rasanya. Dengan lunglai Gisel melangkah keluar kamar, dan    hanya satu tempat yang dituju. Dapur, dan melihat ibunya sedang memasak nasi goreng dengan telur mata sapi. Makanan kesukaan Gisel.
“ Ibu, jam bekerku rusak!” rengek Gisel pada Ibunya.
“ Yaudah, kan ada jam pasir.” Kata Ibu menggoda Gisel.
“ Yahh.. ibuk, mana bisa jam pasir dijadiin alarm. “  kata Gisel sedikit jengkel
“ kamu ini Cuma jam beker rusak aja bingungnya setengah mati. Kan bisa pake hape juga to alarmnya” kata ibu Gisel sambil sibuk menyelesaikan pekerjaannya di dapur.
“Hehe.. iya deh bu, kalau gak ibu bangunin  tiap pagi ya! Baik deh.:) “ kata Gisel manja sambil mencium pipi ibunya.
“ Eeh, main cium-cium mandi dulu sana! Bauk!” kata Ibu Gisel sambil mencubit pipi Gisel.
“ Iya ibu sayang, masak yang enak yaa!” Gisel menggoda lagi.
dan suasana hangat seperti itu memang selalu ada di setiap pagi, yang tentunya membuat Gisel selalu nyaman jika berada di rumah. Walaupun dia tak pernah merasakan bagaimana figur seorang ayah dalam hidupnya, dia sangat bersyukur memiliki ibu yang hebat seperti ibunya.
“ I love you Mom..” Gisel berteriak sambil berlari kecil menuju ke sekolah. Ibunya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya itu.
“ Ati-ati nak..” kata Ibu sambil berteriak juga dan entah didengar Gisel atau tidak. Dan setelah itu mereka tenggelam dalam rutinitas masing-masing, Rita hanya berharap, Gisel bisa meraih mimpi-mimpinya, bisa menjadi anak yang berguna walaupun dia tanpa figur ayah di dalam hidupnya.
                                                JJJ
LOVE STORY
17 tahun yang lalu..
“Rita, Aku sayang kamu dan gak ada sedikitpun niatku untuk meninggalkanmu.”
Mendengar ucapan serius Danang, Rita hanya bisa terdiam dan merenung masih muncul keraguan dalam hatinya. Di malam yang dinginnya menusuk itu, hanya ada satu keinginannya untuk mendekap Danang dan tak ingin melepaskannya. Dan saat itu juga semua beban yang dia rasakan akan hilang. Perlahan-lahan air matanya pecah di kesunyian malam.
Malam semakin larut, Danang takkan tega membiarkan Rita pulang kantor sendiri, dan dengan menggunakan motor tua namun elegan miliknya, Danang mengantar kekasihnya pulang kerumah. Namun baru setengah jalan, tiba-tiba turun hujan yang sangat deras. Mau tak mau mereka berdua harus mencari tempat berteduh, dan mereka memilih berhenti di sebuah pos ronda yang tak berpenghuni. Mata mereka berdua beradu, lama… semakin lama..dan…..****   
JJJ
Di pagi hari Rita masih merasa sangat letih, namun mau tak mau dia harus terlihat bersemangat pergi ke kantor walaupun Danang juga tak bisa menjemputnya pagi ini. Sesampai di kantor dia disambut oleh salah satu rekannya yang bernama Silvy.
“serem amat mukamu Rit J
“siapa ? aku? Tadi malem lembur” jawab Rita sekenanya.  Sedangkan Silvy hanya bisa geleng-geleng kepala dan  langsung bergegas meninggalkan Rita yang malah tertunduk lesu. Namun beberapa detik kemudian mereka sudah tenggelam dalam pekerjaan masing-masing.
Rita masih celingukan kesana-kemari, dia sedikit mengintip ke meja Danang. Pria itu terlalu asik dengan pekerjaannya sehingga tak sempat memperhatikan kehadiran Rita. Dan akhirnya Rita memutuskan untuk menghampiri meja Danang.
“Happy Anniversary.. J” kata Rita dengan wajah yang super ceria.
“ aduuhh maaf sayang aku lupa kalau kita anniversary yaa.. “ kata Danang tanpa rassa bersalah sambil tersenyum dan   memberikan sedikit kecupan di kening Rita.
“nanti malem makan yuuk.. “ ucap Rita lagi walaupun sebenarnya dia agak kecewa karena Danang melupakan momen istimewa mereka.
“ emmm…. Aku harus lembur malem ini. Gimana kalo pas weekend besok? “ mendengar jawaban Danang, Ritapun harus memendam dalam-dalam keinginannya tersebut.
“yaudah kalo gitu. Semangat yaa!!” ucap Rita lagi menutup percakapannya.
Hingga akhirnya jam 9 malam Rita memutuskan untuk pulang duluan tanpa menunggu Danang yang harus lembur. Rasa lelah menghinggapi seluruh tubuhnya, saat sampai di rumahnya, tak ada satupun keluarganya yang menyambut. Dia berjalan tanpa gairah. Melihat hidangan yang adapun dia tak bersemangat untuk mengambilnya. Hanya mengambil sebuah apel di kulkas dan mengunyahnya sambil menuju ke kamarnya.
Sampai di kamar, dia langsung merebahkan tubuhnya ke kasur dan matanya menerawang ke langit-langit kamar. “Sudah rapuh” batinnya dalam hati. “ Rumah ini memang sudah tua dan merengek minta direnovasi. “ katanya lagi dalam hati.
 Saat sedang menerawang dan dengan banyak hal yang ada di pikirannya, tiba-tiba dia merasakan pening yang luar biasa hingga ia memutuskan untuk bangun dari tempat tidur. Dia sedikit memijat kepalanya dan memberinya minyak angin. Belum juga sembuh rasa pusingnya, tiba-tiba dia merasakan mual yang luar biasa. Segera dia menuju ke kamar mandi dan mual yang dia rasakan tak kunjung sembuh. Hanya satu yang terlintas dalam benaknya. ‘Apakah ketakutannya selama ini akan terjadi?’

JJJ
            3 bulan berlalu dan kini hidup Rita seperti sebuah mimpi buruk. Dia sudah mengandung anak buah cintanya dengan Danang. Namun hingga saat ini orang tua kedua belah pihak belum mengetahui tentang kejadian itu. Hal itu hanya menjadi rahasia 2 insan yang sedang dimabuk asmara tersebut.
            “Bagaimana  jika kau gugurkan kandunganmu ?” kata Danang pada suatu hari.
Mendengar pertanyaan Danang tersebut Rita hanya bisa terdiam. Dalam hati kecilnya dia tak mau jika harus membunuh bayi tak berdosa dalam kandungannya.
            “ Aku tak mau jika masa depanku hancur hanya karena bayi itu!” tambah Danang dengan nada yang semakin meninggi.
            “ Apa susahnya jika kita menikah? “ jawab Rita dengan nada yang tak kalah tinggi,
            “ Kamu tahu sendiri kan, orang tuaku tak pernah setuju dengan hubungan kita!, dan yang harus kamu tahu,, aku sudah dijodohkan dengan anak teman papaku, aku tak tahu harus menolaknya dengan cara apa!” ucap Danang sambil menatap mata Rita dengan geram .
              Wajah Rita yang tadinya tertunduk lesu langsung terangkat dan rasanya dia benar-benar ingin marah.
            “Jadi, kamu lebih memilih perjodohan itu daripada cinta kita? Kamu ingat janji kamu? Ingat Ron, komitmen kita!”
            1 menit, 2 menit, 2 insan itu tenggelam dalam kesunyian. Rita tak habis pikir dengan jalan pikiran Danang, dan mengapa tak ada sedikitpun ada tanggung jawab dari Danang atas perbuatan bejatnya sendiri.
            “ Maaf, hubungan kita berakhir disini!” ucap Danang tiba-tiba yang tentu saja membuat Rita Shock. Dia langsung bangkit berdiri dan memberikan tamparan keras di pipi Danang. Saat itu juga dia meninggalkan Danang sendirian. Hatinya t’lah hancur berkeping-keping, tak pernah tergambar olehnya bagaimana kehidupannya setelah ini. Tapi dalam hati kecilnya dia bersumpah tak akan pernah memaafkan Danang.

KADO TERINDAH.
            Sebatang kara, begitulah hidup Rita sekarang. Keputusannya untuk membesarkan sendiri anaknya tak pernah dia sesali sedikitpun. Di rumah kontrakan mungil di pelosok kota dia mulai menata hidupnya dan bisa mulai melupakan masa lalunya. Bersama Gisella, anaknya ia memulai kehidupan dari nol. Kariernya yang hancur, orang tuanya yang sudah tak mau tahu tentang keadaan dirinya, apalagi Danang yang tak sedikitpun memperlihatkan belas kasihannya pada Rita.
Pada awalnya memang Gisel tak pernah tahu dimana ayahnya,ibunya selalu berkata. ‘ayahnya bekerja di luar kota’. Karna sejak kecil dia sudah terbiasa dengan apa yang dikatakan ibunya, dia pun tak masalah dengan hal itu. Namun sekarang ini usia Gisel sudah 17 tahun,  saat sudah mengetahui tentang keadaan yang sebenarnya,  memang tak mudah bagi Gisell namun lama kelamaan dia bisa menerimanya dan terbiasa bila diejek ‘anak haram’ oleh orang-orang di sekitarnya.
            Kini, Rita membuka usaha rumah makan kecil-kecilan di kontrakannya. Dari usaha itu terkadang dia mendapat pesanan chatering dalam jumlah yang lumayan banyak. Memang, seharusnya dia tak bekerja sendiri, Namun dengan bantuan dari Gisel anaknya dia merasa sudah cukup.  Sebelum berangkat sekolah, Gisel slalu membantunya menyiapkan segala sesuatunya. Dan saat pulang sekolah, bila ada pesanan cathering Gisel dengan senang hati akan membantu.
            Dan pagi ini seusai membantu ibunya, Gisel bergegas menuju ke sekolah. Pagi ini dia berangkat sendirian ke sekolah, biasanya sih dia bareng Nita, tetangganya yang super genit dan selalu membuat kehebohan di pinggir jalan. Dan saking hebohnya, Gisel sering menyangkal jika ada orang yang bertanya, “ temennya ya mbak? “ . dengan sigap Gisel langsung menggelengkan kepalanya.hahaahaa.. bagaimana tidak, temannya yang super norak itu sering menggoda tukang ojek, tukang bubur, kondektur, bahkan preman pun bisa dia sambangi.
            Pagi ini setidaknya Gisel tak harus mengurangi satu dosanya untuk berbohong, namun siapa sangka, saat sudah sampai di depan gerbang sekolah, dengan muka cengengesan Nita sudah menghadang Gisel sambil menggandeng seorang pria, melihat hal itu Gisel langsung mengelengkan kepala. Dia sudah hafal dengan kelakuan Nita.
            “ Gisel, maaf ya aku tadi gak bisa bareng kamu “ kata Nita masih dengan muka cengengesan dan senyum super lebar yang lebay.
            “ Iya gak papa. Aku duluan yaa..” kata Gisel sambil berlalu,
            “ eittssss… stop!stop!stop! Gisel Stop!,  “ kata Nita sambil menarik tangan Gisel.
            “ Kenalin ini Rudi, “ kata Nita lagi dengan riangnya. Namun Gisel menyambutnya dengan dingin.
            ‘kemarin Tomas, kemarinnya lagi Candra, Bahkan bulan lalu ada Sumijo, apalagi tahun lalu. Malas rasanya Gisel mengingat semua itu. Gak keluar di ujian. Setelah itu Gisel langsung meninggalkan Nita dengan segudang kehebohannya.
            Di tengah perjalanan, saat Gisel sedang memikirkan tingkah polah Nita, tiba-tiba orang  yang sedang berputar-putar di otaknya itu muncul di hadapannya masih dengan senyum cengengesan yang menurutnya masih lebay.
            “ Eh, aku mau cerita nih Sell..” kata Nita dengan senyum penuh harap. Namun belum sempat Gisel menjawab iya atau tidak Nita sudah nyerocos panjang lebar. Gisel pusing namun mau tak mau dia harus mendengarkannya dan paling tidak memberikan  apresiasi dengan menjawab ‘iya’, ‘ooo gitu’.’o yaa?’ emmm.. dan masih banyak jargon yang lainnya. Tapi bagaimanapun juga dari semua teman Gisel yang sudah mengetahui masa lalu Gisel Cuma Nita yang tak sedikitpun merasa jijik apalagi gengsi bila berteman dengan Gisel. Dan menurut Gisel, Nita adalah makhluk langka. ! hahahaha…
            Saat pulang sekolah pun Gisel harus bersabar kar’na dia harus pulang  sendirian tanpa Nita, sebenarnya ada alternatif lain agar Gisel tidak sendiri, Gisel bisa pulang bersama Nita dan kenalan barunya. Namun predikat “obat nyamuk” jelas akan dia sandang, dan itu jelas akan membuat nama baik Gisel turun.
            Naik bis kota, hal yang tentunya sudah tak asing bagi Gisel. Namun di siang seterik dan segerah ini Gisel harus banyak bersabar. Belum lagi di bis kota dia harus rela berdiri karena kehabisan tempat duduk. Setiap ada penumpang turun dia celingukan, mencari celah tempat duduk yang kosong.
            “mbak, mbak, saya sudah mau turun kok, silahkan duduk di sini” kata seorang ibu yang ada di dekat Gisel. Tentu saja dengan senang hati Gisel menerima tawarannya itu. Dengan sigap Gisel langsung menempatkan diri di kursi yang kosong. Baru saja melepas kegerahan tiba-tiba ada seorang cowok yang duduk di sebelahnya. Sekilas cowok tadi terlihat cool, dengan menggunakan earphone di telinganya. 
            Gisel cuek dan memilih untuk melihat ke sekeliling. sesekali dia melirik ke arah cowok tadi. Bersih, rapi, gadget oke, sepatu oke, tampang juga oke, jarang lhoh cowok begini mau naik bis, batinnya.  
            “Ngapain liat-liat? Naksir?”, tiba-tiba suara cowok tadi membuyarkan lamunan Gisel. Dan jelas Gisel kelabakan.
            “yeee… pede!” kata Gisel tak kalah nyolot. Gisel  sedikit salting.
“ Emank gue ganteng kan?” kata cowok tadi sambil cengengesan.
‘Iya sih’ kata Gisel dalam hati.
“ Kamu bukan orang pertama kok yang heran kenapa cowok kayak gue naik bis“. Gisel hanya terdiam, hebat juga cowok ini bisa membaca pikirannya.
Dia pun memilih kembali memandang ke sekeliling daripada menanggapi perkataan cowok super sableng itu. Sampai akhirnya Gisel turun di dekat rumahnya. Dan yang membuat Gisel lebih kaget, cowok tadi juga turun di tempat yang sama dengan Gisel. Dengan langkah super santai cowok tadi berjalan ke arah yang berlawanan dengan rumah Gisel. ‘oh my god.. rumahnya deket sini’ batin Gisel.
“ Kenapa? Kaget? Santai aja. Rumah gue gak di deket sini kok. “ lagi-lagi cowok tadi bisa membaca pikiran Gisel.
“ Gak Tanya!” jawab Gisel super judes. Dan mereka berdua pun memalingkan muka dan menuju ke rumah masing-masing.  
                                                            JJJ
            “ Sel.. ke kantin yuukk!” kata Nita pada suatu hari. Dan dengan sedikit ogah-ogahan Gisel menjawab
            “ bayarin ya?”  . Dan tanpa basa-basi Nita langsung menggandeng Gisel menuju ke kantin. Senyum cengar-cengir penuh kemenangan pun langsung terpancar dari wajah Gisel. Dan seperti sudah menjadi tradisi, Gisel duduk  manis di pojokan kantin sementara Nita memesan makanan. Setidaknya dia bisa merasakan sedikit kemurah-hatian dari Nita sebagai balasan dari rasa gerahnya dengan polah tingkah Nita.
Sesampainya di meja sambil membawa makanan pesanan mereka berdua, Nita sudah mulai nyerocos panjang lebar, namun konsentrasi Gisel langsung terpusat ke makanan yang ada di depannnya. Langsung hap! Dan sepiring nasi goreng dengan telur setengah matang itu dia santap  dengan lahapnya. Sambil celingukan Gisel memandang ke salah satu sudut tanpa sadar Gisel melongo, mengucek mata dan kaget tentunya dia melihat apa yang ada di pandangan matanya. Cowok sok cool (emang cool sihh J) yang ada di bis kemarin siang itu ada di hadapannya.
“ Lo sekolah disini?” mendengar pertanyaan dari cowok itu Gisel malah semakin bengong.
“ Kalo ditanya jawab doonkkk, malah bengong!!” kata cowok itu  dengan nada semakin meninggi. Dan mendengar sikap si cowok, Gisel terbangun dari lamunannya.
“ Gak usah nyolot donk!” jawab Gisel dengan nada super jengkel.
“ Makanya kalo ditanya jawab donk!”
“Iya, bisa sabar kan? “ kata Gisel dan selanjutnya perang mulut itu semakin menjadi. Tak ada yang mau mengalah.  Hingga akhirnya Nita yang berada di antara keduanya tak tahan  dengan adu mulut yang semakin menjadi.
“iihhhhh.. kalian ngapain sih??” kata Nita sambil melerai Gisel dan Cowok tadi. Dan setelah itu dengan muka yang masih sinis cowok tadi langsung meninggalkan Gisel dengan mata yang masih melotot.
“Tu orang nyebelin banget!” kata Gisel sambil melahap lagi nasi goreng yang ada di hadapannya.
“Udahlah Sel.. orang kayak gitu diladenin makin nglunjak! Orang tuanya juga gitu”
“Hah? Kamu kenal dia? “ jawab Gisel dengan mata yang  makin melotot.
“ Dia sepupuku!” jawwab Nita dengan santainya.
“Hah? Serius? Kok ku kamu gak pernah cerita? Mana kamu gak pernah ngenalin dia ke aku kan?“ Gisel tambah kaget.
“ Yeee.. gak penting juga kan? Ngarep nih? “ Nita menjawab sambil asik dengan gadgetnya.
“ Yeee…Anehnya, ku kok gak pernah liat dia di sekolah ini” tambah Gisel
“ Dia baru seminggu disini. Pindahan dari Jakarta”
“ooo gitu, tapi ku heran lhoo anak kayak dia mau naik bis kota!”
“ Whatss aku gak salah denger nihhh? Kok kamu tauu???” sekarang Nita yang gantian kaget.
“ Kemarin ku di sebelahnya waktu naik bis!”
“ emmm.. emang dia sok merakyat gitu kok Sel, tapi kenapa ya dia gak pernah merakyat sama aku, padahal jelas-jelas aku sepupunya!” kata Nita memelas,
 Dan mendengar perkataan Nita tadi Gisel ketawa ngakak.
“ Kenapa Sel kok ketawa sih? “ Nita keheranan
“ Gak papa kok Nit” jawab Gisel sambil terus tertawa. Dasar Nita, banyak orang harus pikir-pikir untuk mengenal dia kecuali Gisel. Terpaksa ! L
                                                JJJ

FORGIVE ME PLEASE J !!
            “ Ibu.. ibu.. Gisel berangkat yaa!” kata Gisel sambil celingukan mencari ibunya. Ke dapur, kamar mandi, kamar terkunci, ruang makan, tempat jemuran. Nihil. Gisel heran kenapa di jam setengah 7 pagi ibuya belum menunjukkan batang hidungnya. Dan akhirnya Gisel menyerah, menyimpulkan kalau ibunya pergi ke pasar. Walaupun dia agak kecewa kenapa ibunya tidak berpamitan padanya.
            Dengan sedikit murung Gisel berjalan gontai ke halte tempat biasa dia menunggu bis kota, dia Nampak murung mencari alasan kenapa  ibunya tak berpamitan saat hendak pergi. Namun sudahlah, Gisel tak ingin mempermasalahkan itu. Dan saat berbagai hal berkecamuk di pikiran  Gisel, tiba-tiba dia mendengar bunyi klakson mobil yang membuat dia kaget.
            “ Hei kamuu!!” kata orang dari dalam mobil. Gisel bertambah kaget setelah tahu kalau yang ada di dalam mobil itu adalah cowok rese yang kemarin bertengkar dengannya di kantin sekolah. Dengan cepat Gisel memalingkan mukanya. Namun siapa sangka cowok tadi menghampiri Gisel sambil tersenyum seuper manis sangat berlawanan dengan sikapnya kemarin.
            “ Hai tuan putri..” kata cowok tadi dengan manisnya. Namun tak ada tanggapan dari Gisel dia sudah sangat malas meladeni cowok yang jelas-jelas sudah membuatnya sangat jengkel. Setelah itu cowok tadi malah memaksa Gisel untuk masuk ke mobil, Gisel belum sempat melawan namun Gisel sudah terlanjur duduk di mobil dengan muka yang masih bengong.
            “ toloonggg.. aku diculikkk!!!” Gisel mencoba berteriak sekuat tenaga sambil memukul-mukul kaca mobil. Namun tentu saja tak ada yang bisa mendengarnya.
            “ Gak usah lebay.. anggap aja ini permintaan maaf gue buat yang kemarin “ kata cowok tadi dengan santainya. Masih dengan earphone yang menempel di telinganya.
            “ Apa-apaan? Ini namanya PEMAKSAAN tauk!gak sopan banget!” kata Gisel jengkel.          
“ Oke.. gue  bakal nglakuin apa aja biar kamu maafin gue deh “ cowok tadi   mencoba membujuk Gisel lagi. Namun Gisel hanya terdiam, malas meladeni tingkah polah cowok itu.
            “ Nama gue Toni, lengkapnya Toni Prabowo.” Tiba-tiba cowok itu nyeletuk gak jelas. Gisel hanya terdiam.
            “ Sel, maafin gue yaa.. pleaseJ “ Kata cowok tadi yang katanya namanya Toni itu.
            “ Kenapa tiba-tiba minta maaf ?eh, bentar-bentar.. kok kamu tahu namaku?  “ kata Gisel dengan ketus.
             Bukan urusanmu kok gue tahu dari mana!” Jawab Toni sambil tersenyum nyengir.
            “ Oke.. aku maafin kamu tapi ada syaratnya!” kata Gisel tiba-tiba dan dia juga heran kenapa dengan semudah itu dia memaafkan Toni.
            “ ciuss? Apa? Apa? “ kata Toni semakin antusias.
            “ Traktir aku makan ya ntar siang, “ kata Gisel dengan santainya. Mendengar perkataan Gisel wajah Toni langsung berbinar.
            “ Trus besok pagi kamu ikut ke pasar, “ lanjut Gisel. Dan sekarang wajah Toni sedikit berkerut.
            “ Hah?Ke pasar? Ngapain? Jadi preman pasar? “  kata Toni sambil sedikit tertawa.
            “ Itu syaratnya. Mau dimaafin gak?” kata Gisel dengan senyum sinis.
            “ Oke. Fine. Aku bakal nurutin apa aja deh yang penting kamu maafin aku!” jawab Toni walaupun sebenarnya dia  masih pikir-pikir.
            Dan setelah itu Gisel hanya terdiam. Namun Toni sangat cerewet. Walaupun tak ada tanggapan dari Gisel, Toni tetap mengadakan topik pembicaraan yang menurut Gisel sangat tidak jelas. Hingga akhirnya mereka berdua sampai di halaman sekolah. Semua mata tertuju pada Toni dan Gisel yang turun dari mobil yang sama. Nita yang notabene adalah orang terdekat Gisel langsung menghampiri Gisel dan Toni.
            “ Whatss?? Aku gak salah liat kan??” kata Nita dengan ekspresi  super kaget yang lebay.
            “ Please Nit, jangan buat aku tambah gak mood, ntar ku ceritain di kelas. “ kata Gisel dengan sedikit jengkel sambil berlalu dari hadapan Nita.
            “ jangan lupa ntar pulang sekolah gue tunggu di parkiran yaa!”  Toni berteriak pada Gisel. Namun Gisel hanya tersenyum sinis. Sambil berlalu meninggalkan Toni.  Dan setelah itu Gisel diberondong berbagai pertanyaan dari Nita yang benar-benar masih shock melihat yang baru saja dia saksikan. Tapi bagai artis papan atas yang sok bilang “no coment” saat ditanya wartawan infotainment. Begitulah Gisel sekarang.
            Sementara itu Toni yang daritadi memperhatikan Gisel merasa puas dengan usahanya kali ini. Ya, Toni memang sedang ingin PDKT dengan Gisel, cewek yang sudah lama dia kagumi dan diam-diam dia sudah mencari berbagai informasi tentang Gisel dari orang terdekatnya. Baginya Gisel adalah cewek yang berbeda, tak seperti cewek-cewek pada umumnya. ‘ Be mine please J
                                               
J J J
            Saat pulang sekolah, Gisel sudah standby di dekat parkiran sekolah. Nita yang sudah tahu tentang kejadian yang sebenarnya pun langsung siap siaga jadi pemandu sorak saat Toni datang nanti. Dna benar saja saat Toni datang, Nita langsung heboh bukan main. Dan Toni yang notabene sepupu Nita malah ill feel dengan tingkah Nita.
            “ Nita, mau iku gak? “ kata Gisel. Namun Nita menggelengkan kepalanya. Dan tiba-tiba ada mobil xenia silver yang melintas di depan mereka. Dengan wajah sumringah Nita langsung menuju ke mobil itu.
            “ Dahh.. Gisel, Toni, have a nice day yaaJ!” kata Nita masih dengan wajah sumringah. Dan kini tinggal Toni dan Gisel disana yang mulai canggung.
            “ ayo!berangkat, kita mau makan dimana? “ kata Toni.
            “ Aku yang nentuin tempatnya!” kata Gisel dan setelah itu Toni dan Gisel sudah ada di dalam mobil. Kali ini Toni masih mencoba meruntuhkan sifat jutek Gisel dengan berbagai topik pembicaraan. Namun dasar Gisel ratunya jutek, hal itu tak mempan baginya. Dia hanya menjawab sekenanya.
            “ Kita mau makan dimana Sel? Di dekat rumahku ada restoran enak lho,” dan dilanjutkan dengan berbagai alternatif tempat makan yang ditawarkan Toni. Gisel tak menanggapi dan terus mengarahkan toni ke jalan antah berantah , hingga mereka sampai di suatu tempat, warteg yang tak begitu besar,  dengan sajian lauk lengkap. Gisel langsung menuju ke tempat itu. Dan Toni masih heran mengapa Gisel mengajaknya ke tempat itu.
             Udah pernah makan disini? “ kata Gisel setelah dia dan Toni mengambil makanan.
            “ Belum pernah sama sekali. Tapi kenapa lo milih tempat ini? Kan kamu bisa milih tempat lain yang lebih mahal gitu, setidaknya impas kalau jadi syarat permintaan maaf gue.”
            “ Udahlah, kalo kayak gini kan aku gak ngurangi uang jajan kamu buat traktir aku? Kasian orang tua tuh!” kata Gisel sambil tersenyum. Dan Toni hanya bisa mengangkat bahunya sambil tersenyum juga.
            “ Sebenarnya ibuku juga punya warteg beginian. Tapi kalau kita makan disana jadi aku yang traktir kamu kan?” kata Gisel sambil tertawa kecil.
            “ Enak aja.. gue tetep bayar lah!” kata Toni sambil tertawa ngakak. Dia mulai senang karena Gisel mulai bersahabat dengannya. Berbalik 180 dari saat sebelumnya. Gisel pun mulai bisa akrab dengan Toni, dia tak tahu mengapa dia bisa begitu akrab dengan Toni. Dan selanjutnya mereka pun melanjutkan obrolan mereka dengan berbagai topik. Toni geleng-geleng kepala, tak habis pikir. Gisel susah ditebak. Saat sedang asik ngobrol dengan Gisel, tiba-tiba handphone ada yang menelepon Toni, dan ternyata ayah Toni.
            “ Maaf ya Sel, barusan papa telfon. “
            “Udah disuruh pulang ya?hehe” kata Gisel asal ceplos.
            “ Gak lah Sel, mana ada papa rempong gitu, dimana-mana yang suka ribut kalo anaknya belum pulang tuh mama.” Jawab Toni dengan riang
            “ OO gitu.. maklum aku gak punya papa kayak kamu Ton. “ ucap Gisel dengan santainya namun setelah itu dia tertunduk. Miris memang jika mengingat itu.
            “ Ups.. maaf Sel, aku gak bermaksud..” belum sempat Toni menyelesaikan kalimatnya. Gisel langsung menimpali.
            “ Udah gak usah dibahas. Yuk pulang.” Kata Gisel sambil tersenyum.
             “ Sel maafin gue yaa.. sama aja donk aku bikin kesalahan lagi sama kamu. “ kata Toni memelas.
            “ Santai aja lagi Ton, aku udah maafin kamu kok.” Dan setelah itu Toni menyerah dan memilih untuk tidak membahas masalah tersebut. Di mobilpun Toni menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu pada Gisel walaupun sebenanya banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya dan menahan diri untuk hanya sekedar ‘kepo’.
                                                            JJJ
MISTER MISTERIUS
            Sesampai di depan rumah Gisel, Toni menghentikan mobilnya. Dan betapa malunya Gisel saat  ibunya sudah ada di depan rumah untuk menyambut Gisel.
            “ aduh anak ibu kok dianter pake mobil ya. Ati-ati lho siapa tahu dia cowok gak bener.” goda ibu Gisel sambil mencubit pipi Gisel. Namun Gisel hanya tersenyum simpul, dia masih agak kecewa dengan ibunya karena tadi pagi tidak meninggalkan pesan padanya.
            “ Maafin ibu ya nak, tadi pagi ibu buru-buru ke pasar gak sempat pamit. “ . kata ibu Gisel seperti menjawab pertanyaan yang sedang dipikirkan Gisel.
            “ Lain kali jangan buat aku khawatir ya buJ!” kata Gisel sambil mengecup pipi ibunya. Gisel tak ingin berlama-lama bila marah dengan ibunya. Baginya ibunya adalah malaikat yang sudah terlalu baik padanya.  Selesai berganti pakaian Gisel dengan sigap langsung ikut membantu ibunya untuk melayani pembeli yang datang di warung makan kecilnya itu. Kebetulan hari ini ibunya mendapat pesanan nasi box yang cukup banyak, untuk acara syukuran, tentu saja Gisel dengan senang hati akan membantu ibunya.
Walaupun hanya dikerjakan oleh 2 orang, pekerjaan yang lumayan berat itu ternyata bisa diselesaikan dengan baik sebelum adzan maghrib tiba. Gisel langsung mengantar pesanan nasi box yang berjumlah ratusan itu dengan menggunakan  motor butut miliknya, maklum uang mereka belum cukup bila digunakan untuk membeli kendaraan yang layak.
            Berat memang apalagi dengan muatan yang banyak, Gisel harus berhati-hati menyetir motor. Saat sedang sibuk menata nasi box yang akan dia bawa, tiba-tiba Nita si cewek genit menghampiri Gisel.
            “ ya ampun Sel, kenapa kamu bawa pake motor?” kata Nita sambil geleng-geleng kepala.
            “ Emang ada solusi lain yang lebih baik gitu?” kata Gisel sambil nyengir.
            “ eitts.ada donk, Princess Nita siap mambantu. bentar-bentar.. aku telfon abang Rudi dulu yaaJ
            Gisel merasa jurusnya berhasil, paling tidak dia bisa memanfaatkan kesempatan yang ada. Dan benar saja tak sampai 5 menit bang Rudi sudah datang dengan mambawa mobil xenia silvernya. Ibu Gisel pun hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelicikan anaknya itu. Namun tak apalah, baginya Gisel adalah kado terindah baginya.
                        Tempat yang dituju Gisel memang cukup jauh, belum lagi dia sekarang menyandang predikat obat nyamuk  karena berada di antara Nita dan Rudi yang asik cipika cipiki. Namun tak masalah bagi Gisel yang penting dia bisa sampai di tempat yang dia tuju dengan cepat. Dan sesampai di tempat yang dia tuju Gisel langsung sigap untuk menurunkan ratusan nasi box yang ada di dalam mobil. Saat mencoba masuk dan menghubungi yang punya hajat, Gisel terbengong-bengong melihat rumah yang sangat mewah di hadapannya. Pilar-pilar yang kokoh tegak, dan belum lagi di depan rumah saja sudah terpasang lampu mewah.
            “ Mbak, ada perlu apa ya? “ kata seseorang yang membuyarkan lamunan Gisel.  Dan dengan segera dia mencari arah suara tadi, seorang wanita paruh baya mengenakan daster mewah yang nampaknya adalah pemilik rumah itu.
            “ Anu bu,, ini mau nganter pesenan nasi box bu..” Jawab Gisel super gugup.
            “ Oalah,, dari bu Rita ya? “ jawab ibu tadi sambil tersenyum ramah.
            “ Iya bu, ini mau ditaruh dimana ya bu? “ kata Gisel masih dengan nada yang gugup.
            “ Saya panggilkan pembantu saya aja yaa,  nanti biar mereka bawa ke dalam.” Kata ibu tadi masih ramah. Dan setelah mengiyakan perintah dari ibu tadi, Gisel langsung sigap membawa nasi box tadi bersama dengan beberapa pembantu.
“ Makasih ya dek, nitip salam buat bu Rita, bilang aja dari bu Nanik, langganan setianya. O iya, namamu siapa? “ kata ibu itu basa basi sambil memberikan sejumlah uang.
“ Nama saya Gisel bu, putrinya bu Rita” jawab Gisel sambil tersenyum simpul.
“ oo.. anaknya bu Rita yaa.. cantik sekali kamu., kayak ibunya” kata-kata ibu tadi jelas membuat Gisel melambung jauh terbang tinggii.. bersama mimpi. (anggun  punya.) Gisel pun tersipu malu, dan setelah itu dia memilih untuk mohon diri dan menuju ke mobil Rudi yang mengantarnya tadi.
“ Sel, kamu mau langsung pulang?” kata Nita.
 Iyalah, masih banyak kerjaan di rumah.” Jawab Gisel santai.
“ Mampir beli siomay bentar yukk. Kangen makan siomay nih. “ kata Nita.
“ Oke. Tapi jangan lama-lama. “ Gisel manjawab lagi dengan ketus.
Dan jadilah mereka berempat meluncur ke sebuah pangkalan pedagang kaki lima di pusat kota dan membeli siomay langganan Nita. Dasar si genit Nita, walaupun dia pergi dengan gebetan barunya, tetap saja pedagang siomay juga dia goda, jelas ini membuat Gisel geleng-geleng kepala, Rudi pun demikian. Seperti kebiasaan Gisel yang suka makan sambil celingukan,  ke kanan, ke kiri, ke belakang , kepalanya berputar ke sana kemari melihat-lihat di sekitarnya. Barangkali ada seseorang yang dia kenal. Dan mungkin suatu kebetulan saja, Gisel melihat Toni yang sedang bersama seorang wanita sedang berjalan di pangkalan pedagang kaki lima, namun entah mereka ingin membeli apa.
Gisel memperhatikan dengan seksama gerak-gerik Toni, nampaknya itu pacar Toni, pikir Gisel.
“ Kenapa kamu Sel?” kata Nita tiba-tiba membuyarkan konsentrasi Gisel.
“ Hah? Gak papa Nit!” jawab Gisel gelagapan.
Dan untungnya  Nita tak terlalu memperhatikan tingkah aneh Gisel, sambil menikmati siomay yang ada di hadapannya, Gisel kembali memperhatikan tingkah Toni, ‘mereka berdua benar-benar mesra, pasti itu pacarnya’ batin Gisel lagi. Sambil menghela nafas, Gisel memalingkan muka dari pusat perhatiannya tadi. ‘Aneh, kenapa aku jadi sedih gini sih?’ kata Gisel dalam hati lagi.
“ Eh, pulang yuukk..” kata Nita yang nampaknya sudah memenuhi hasratnya yang terpendam untuk makan siomay kesukaannya. Gisel dengan spontan langsung menghampiri penjual siomay untuk membayar.
“ Udah dibayarin Sel, ” kata Nita sambil tertawa kecil.
“ Ohh.. makasih ya!” kata Gisel sedikit gugup. Nita keheranan, dia memegang dahi dan pipi Gisel.
“Kamu gak baik-baik aja kan Sel?” kata Nita.
“Sialan, ngapain pegang-pegang sgala, I’m fine! Oke?” jawab Gisel dengan nada tersinggung. Dan akhirnya Gisel memastikan lagi apakah Toni masih ada di luar sana, dan benar saja, Toni masih di tempat semula, Gisel hanya berharap semoga Toni tak melihatnya. Namun apa boleh dikata, Toni melihat Gisel menuju ke mobil bersama Nita dan Rudi, Toni hanya memandangi Gisel namun setelah itu memalingkan mukanya. ‘Aneh’ batin Gisel lagi.
Pagi harinya seharusnya  Toni menemani Gisel pergi ke pasar seperti janjinya pada waktu itu. Tapi nyatanya sampai siang hari, Toni tak menunjukkan batang hidungnya. Yasudahlah, Gisel akhirnya memutuskan untuk pergi ke pasar sendirian membeli bahan-bahan yang dibutuhkan untuk keperluan warung ibunya.
Sel, aku tunggu di depan toko buah ‘delima’. Toni.begitulah bunyi sms yang ternyata dari Toni. Namun Gisel tak mau memperdulikan hal itu, dia memilih berjalan sendiri, menuju ke kios-kios pasar langganan ibunya. Dia masih jengkel karena Toni hampir melupakan janjinya.
“ Gak baik lho anak kecil bawa barang sebanyak ini, sini gue bawain!” Tiba-tiba suara Toni mengagetkan Gisel, dengan wajah datar Gisel malah bengong, dan barang-barang yang dia bawa kini sudah berpindah ke tangan Toni.
“ E’eh,sini-sini, enak aja,, main rebut aja!” kata Gisel setelah sadar sambil mencoba merebut barang yang dibawa Toni. Namun Toni hanya terdiam dan terus berjalan membawa barang-barang belanjaan Gisel.
“ Kita mau belanja apa lagi tuan putri?” Goda Toni dengan muka sok cool.
“ bawang putih 2 kilo, bawang merah 2 kilo, telur puyuh 3 kilo, sawi putih 10 ikat, minyak goreng .” kata Gisel sambil menengok daftar belanja yang dia bawa.
“ Busettt, “ kata Toni sambil geleng-geleng kepala. Namun Gisel malah menunjukkan tampang menantang. Dan selanjutnya Toni seperti  menjadi pesuruh Gisel, dengan kerepotan dia membawa barang-barang yang menggunung, sangat kontras jika melihat penampilan Toni yang sangat cool saat ini.
“ Sel, maaf ya tadi pas gue mau ke rumah kamu mobil gue mogok, nah trus gue cari bengkel tapi gak ada, aku cari kesana kemari sambil dorong mobil sendirian, akhirnya ketemu di deket pasar sini, yaudah deh gue langsung kesini aja, lagian aku tahu kamu pasti langsung kesini kan, trus pas aku nunggu kamu di depan toko buah, gue liat lo bawa belanjaan banyak banget. Yaudah gue samperin aja!” Toni cerita panjang lebar namun tak ada respon positif dari Gisel.  Penyakit juteknya mulai kumat. Sadar omongannya tak digubris, Toni menyerah dan memilih untuk menuruti apa yang Gisel mau.
“ Sel, lu tega ama gue ya, ini barangnya banyak banget. “ kata Toni setelah berjalan cukup lama.
“ Katanya gak baik anak kecil bawa barang banyak. Konsekuen donk sama omongan sendiri!” kata Gisel dengan muka judes. Saat memalingkan muka dia hanya tersenyum kecil, tertawa penuh kemenangan.
“ Ya, gak gini juga kan Sel, “ Kata Toni membela diri dengan tampang yang gak karuan. Namun akhirnya Gisel sedikit pengertian dia memanggil pesuruh pasar untuk mengangkut barang-barang ke mobil.
“ Sel, kenapa gak pake mobil gue aja? “ kata Toni kaget ketika barang-belanjaan Gisel dimasukkan ke dalam sebuah angkutan pasar.
“ Ntar mobil lu bau Ton. Lagian udah impas kok sekarang, kamu udah traktir aku, udah nemenin aku ke pasar. Dan abis ini kita udah gak ada apa-apa lagi!” kata Gisel sambil mengangkat bahu.
“ Gak ada apa-apa lagi?” jawab Toni sedikit heran. Gisel mengangkat bahu lagi.
“ Iya, gak ada apa-apa lagi. Lagian kamu dah punya pacar kan?” upsss.. Gisel keceplosan. Dia sedikit panik menyadari apa yang baru saja dia katakan.
“ Trus kenapa emank kalo aku dah punya pacar? “ jawab Toni sambil tertawa jelas ini membuat Gisel malu.    
“ Yaaa. Kan kalo kamu dah punya pacar,ntar dia ngira kita ada apa-apa, kalo gak ntar kamu dikira selingkuh gimana?, udahlah aku pulang dulu aja ya, ibuku udah nunggu. “ jawaban Gisel semakin ngawur, maksudnya ingin mengalihkan perhatian Toni, dan menghindar dari Toni tentunya.
“ Lu gak bareng gue aja? “ kata Toni sedikit grogi.
“ Gak usah Ton, kan belanjaan gue disini. Emm.. makasih ya, gue balik dulu. “ kata Gisel sambil masuk ke angkutan pasar yang akan mengantarkan barang belanjaannya.
“ O.. o.. oke..” jawab Toni gugup sambil garuk-garuk kepala, dan setelah itu Gisel berlalu dari hadapan Toni, sementara Toni  masih bengong.
“ Aku belum punya pacar!!”Toni berteriak sambil  melambaikan tangan, sementara mobil yang membawa Gisel semakin menjauh dari hadapan Toni. Gisel hanya tersenyum.
“ibu… ibuu, ini belanjaannya udah lengkap” kata Gisel sambil memanggil ibunya sesampainya dirumah,
“ Taruh dapur dulu nak..” Jawab sang ibu yang masih sibuk melayani pembeli yang datang di warungnya. Dan dengan sigap Gisel menata semua barang-barang yang sudah dia beli tadi di tempat yang tentunya sudah dia hafal dengan baik.
“ Gisel, tolong ambilkan dompet ibu di kamar yaa!” kata ibu lagi. Dan dengan cepat pula Gisel menuju ke kamar ibunya, namun saat mengambil dompet, perhatian Gisel teetuju pada beberapa bungkus obat yang ada di kamar ibunya, memang tak ada nama pemilik, namun Gisel bertanya-tanya obat milik ibunya kah? Dan obat sebanyak itu untuk apa? Tanya Gisel dalam hati. Dan saat dia mulai mengira-ira berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi ibunya sudah memanggil Gisel.
“ Bu, yang di kamar tadi obat apa? Punya ibu? “ Gisel memberanikan diri untuk bertanya.
“ Emm.. itu obat titipan temen ibu. “ kata ibu dengan seulas senyum. Gisel sebenarnya ingin bertanya lebih jauh tapi malah ada pembeli di warung yang  minta untuk segera dilayani. Gisel segera melupakan apa yang ada di pikirannya. Dan Gisel terheran-heran lagi karena Toni ada di warungnya sedang menikmati makanan yang ada di depannya. Gisel pun menghampiri Toni.
“ Ngapain kamu disini?” tanya Gisel sedikit menantang.
 “ Lu gak liat gue lagi makan?” kata Toni balik menantang. Gisel bengong.
            “ Makanannya enak.. “ Toni sedikit berkomentar. Gisel agak jengkel memang melihat Toni berada di warung makannya.
            “ Gisel ngapain kamu disitu? “ ibu Gisel memanggil.
            “ Gak papa bu, ngelap meja.” Kata Gisel sedikit gugup dan menjawab sekenanya. Sambil melotot, Gisel meninggalkan Toni yang ssedang asyik makan.
            “ Itu temen kamu yang kemarin kan? Kayaknya dia mulai tertarik sama kamu.” Kata ibu Gisel bisa disebut menggoda namun bisa dibilang juga peringatan untuk berhati-hati.
            “ Ibu.. apa-apaan sih” Gisel menjawab,  bisa dibilang tersipu malu, bisa dibilang juga pernyataan jijik.
            “ Hati-hati sama cowok. Kenalan boleh, tapi jangan kebablasan.” Dan bisa disimpulkan sekarang. Ibunya memberi peringatan untuk Gisel.
                                                            J J J
            AKU = ALIEN
           
            Hari ini Ibu Gisel memilih untuk menutup warungnya karena dia ingin pergi kondangan ke rumah temannya yang menikah. Namun Gisel enggan untuk ikut walaupun sebenarnya dia mendapat undangan. Baginya walaupun ini adalah hari Minggu, dia ingin beristirahat dan sedikit refreshing untuk menghilangkan rasa penat setelah seminggu penuh beraktifitas. Dan yang pasti Gisel sangat berharap semoga saja ibunya tak meninggalkan tugas padanya. Tapi apa daya,
            “ Gisel kamu tolong pergi ke toko  Pak Joko ya, ambil barang-barang pesenan ibu. “ muka Gisel yang tadinya ceria berubah menjadi sedikit masam.
            “ Ya.” Jawab Gisel singkat. Artinya menyerah.!, namun ibu Gisel tahu, kalau Gisel menjawab ‘tidak’ sekalipun dia pasti akan melaksanakan tugas darinya walaupun dengan rasa terpaksa.
            Dan setelah itu ibu Gisel sudah dijemput oleh temannya yang akan pergi kondangan bersamanya. Sementara Gisel masih enggan untuk beranjak. Tapi tiba-tiba ide cemerlang hinggap di otak Gisel..meluncuuurrrr!!!
                                                            J J J

            “Permisi pak.”
            “ OO… pasti anaknya bu Rita ya? ini pesanannya.” Pak Joko sudah tanggap sepertinya sebelum Gisel bertanya. Dan sebelum Gisel menjawab ‘iya’, ‘benar pak’ atau sekedar tersenyum malu sambil mengangguk Pak Joko sudah melanjutkan dengan menjelaskan detail barang-barang yang dipesan oleh ibu Gisel. Ada box makanan, sendok, plastik dan masih banyak lagi yang tentunya berhubungan dengan katering. Dan kini Gisel harus memikirkan satu hal lagi. Gimana cara bawa barang seabrek ini hanya dengan 1 motor?
            “ kan ini barangnya banyak, saya punya 2 alternatif!” kata Pak Joko seolah-olah dia bisa membaca pikiran Gisel. Pak Joko mengerutkan kening memperhatikan Gisel yang tampak kebingungan.
            “ Apa pak?” jawab Gisel singkat lebih terkesan menantang.
            “ kamu tetep pake motor atau saya antar dengan mobil itu dengan mengganti uang antar 150 ribu rupiah saja!” kata Pak Joko yakin! Namun bagi  Gisel, itu bukan alternatif yang meringankannya. Bagaimana tidak, jika dia memilih untuk diantar tentunya akan sangat merugikan dia, rumahnya ,hanya berjarak 2 kilometer dari toko itu, lebih mahal dari ongkos naik taxi .
            “ Saya tetep pake motor pak!” kata Gisel sambil tersenyum lebar. Dia sedikit malas memang meladeni bapak yang satu ini.
            “ baiklah.. “ jawab Pak Joko sambil mengangkat bahu. Dan setelah itu Gisel berusaha menata barang-barang yang tentu saja jumlahnya tidaklah sedikit. Dan saat dia berhasil menata semua barang itu tampak senyum puas tergurat di wajahnya.
            “ Saya yakin , gak sampai 1 kilo dari sini barang-mu udah berceceran di jalan.” Kata Pak Joko menyepelekan. Namun Gisel tak memperdulikan perkataan Pak Joko. Dengan sopan dia meminta ijin pulang ke pak Joko, dalam hatinya masih jengkel sebenarnya.
            Selama perjalanan Gisel was-was, kalau saja barang-barang yang dia bawa jatuh. 1 menit, 2 menit, Gisel bisa bernafas lega, tak ada hal apa-apa yang terjadi. Namun saat dia berpapasan dengan mobil dia kehilangan keseimbangan daaann
            GUBRAAAK!!!!!
            Gisel langsung teringat akan kata-kata Pak Joko. Belum sampai 1 kilometer meter memang Gisel sudah terjatuh, semua barang-barang Gisel jatuh berceceran di aspal.
            “ Maaf ya mbak, saya bener-bener gak sengaja.” Kata sang pemilik mobil yang keluar dan membantu untuk membereskan barang-barang Gisel.
            “ oh, iya pak.. gak papa, saya yang salah” kata Gisel dengan sangat sopan.
            “Aduh, ini barangnya banyak sekali jelas gak muat kalau dibawa pake motor mbak, mari saya antarkan. “ kata bapak tadi dengan sangat sopan pula. Gisel tak semestinya langsung percaya memang. Namun tak tahu kenapa Gisel tak hanya bengong tak bisa berkata apa-apa.
            “ Saya kan bawa motor pak.” Kata Gisel lagi.
“Nanti motornya biar asisten saya yang bawa! “ . Bapak tadi menjawab lagi dengan sangat sopan pula,dan benar saja. Seorang pria yang bertubuh macho, keluar dari mobil itu dan langsung tanggap dengan apa yang diperintahkan bosnya. Gisel bengong , jelas sangat terpesona dengan cowok yang baru saja keluar dari mobil tersebut. Dengan kemeja warna merah dan dasi warna hitamyang sangat mendukung penampilannya tentu saja tak pantas jika harus mengendarai motor butut keluaran tahun antah berantah milik Gisel. Dan dengan kebengongannya, kini Gisel malah berada di satu mobil dengan bapak si pemilik mobil tadi . memang dia terlihat sangat elite, dari semua barang-barang yang ada di mobil, barang-barang yang dia kenakan dan gadget yang tentunya sudah sangat canggih, sangat jauh bila dibandingkan dengan handphone yang dimiliki Gisel.
“ barang-barang ini untuk apa? Kok banyak banget!” kata bapak tadi sembari melihat barang-barang bawaan Gisel. Mungkin dia keheranan melihat barang-barang yang sangat banyak dan aneh mungkin baginya.
“ Ini pesanan ibu saya, untuk pesanan catering besok. Ibu memang punya usaha catering kecil-kecilan pak.” Jawab Gisel dengan senyum malu-malu.
“ o ya? Mungkin kapan-kapan saya bisa memesan makanan ke catering ibu kamu, “ kata bapak tadi sambil melirik ke arah Gisel.
“ Wahhh… kalau untuk orang kaya seperti bapak, mana mau bapak makan makanan yang biasanya hanya untuk kelas menengah ke bawah pak, “ jawab Gisel malu-malu.
“ Jangan salah , walaupun penampilan saya begini, saya masih suka makan di warteg lho..” kata si bapak lagi sambil mengangkat alis.
Dan selanjutnya mereka berdua terlibat dalam perbincangan yang hangat. Gisel pun menikmati topik yang dibawakan oleh sang bapak. Hingga akhirnya Gisel sudah sampai di rumah. Dan menurunkan barang-barangnya dibantu 2 orang laki-laki yang baru saja dia kenal tadi.
“ Salam untuk ibu kamu ya., “ kata bapak tadi menutup perjumpaan mereka.
            “ Bye cowok macho” batin Gisel dalam hati sambil tersenyum riang.
J J J
            06.30, saat itu Gisel sedang berada di bus umum bersama seseorang yang mau tak mau harus disebut sebagai ‘ Sahabat’, siapa lagi kalau bukan Nita. Di bus umum si Nita malah sengaja berdiri walaupun ada tempat duduk yang masih kosong. Dan tentu saja tebar pesona yag dia lakukan, senyum manis ke kanan, kiri, depan belakang, sambil  berkata “ haii.. hari ini cerah yaJ” dan dia harus siap dengan muka illfill dari orang-orang di sekelilingnya. Dan sebagai orang yang sudah terbiasa dengan tingkah polah makhluk aneh itu Gisel hanya bisa berpura-pura tak pernah mengenal Nita.
            Sesampainya di sekolah, Nita dan Gisel langsung bergegas menuju kelas. Di tengah jalan Gisel melihat Toni tergopoh-gopoh menghampirinya.
            “ Ini, buat kamu!daaa..” kata Toni sambil menyerahkan selembar kertas kepada Gisel dan setelah itu dia segera berlari menuju kelasnya.
            “ Ciyeee,, tagihan utang ya Sel,” kata Nita sambil tertawa terbahak-bahak.
Gisel tak menanggapi, dalam hatinya dia sangat ingin tahu apakah isi selembar kertas itu. Namun dia mengurungkan niatnya untuk segera membaca isi selembar kertas misterius itu.
            “ Hey, anak haram …” suara itu jelas terdengar di telinga Gisel, dan dia sudah kenal suara siapa itu. Jesika, cewek rese yang notbene adalah putri tunggal pewaris yayasan cempaka mulya, yayasan pendidikan terbesar di kota itu dan salah satunya adalah sekolah tempat Gisel menuntut ilmu sekarang ini.
            “ Heyy,, gak usah macem-macem yaa!” Nita berusaha untuk membela Gisel.
            “ Kok kamu yang nyolot?” kata Jessica lagi, dengan muka sinis. Gisel hanya terdiam, hanya buang-buang waktu saja meladeni siluman satu ini.
            “ Emmm.. anak haram, nasibnya juga gak bakal jauh dari ibunya kan?” kata Jessica lagi sambil tertawa terbahak-bahak bersama dengan teman-teman se geng nya yang super norak itu. Mendengar perkataan Jessica tadi, Gisel terbakar emosi, saat dia ingin rassanya memukul dan menyerang Jessica, trio norak itu malah segera berlalu dari hadapannya dengan masih tertawa puas. Nita berusaha menenangkan Gisel dengan mengajaknya untuk segera menuju ke kelasnya.
            Di kelas Gisel sebenarnya masih memikirkan apa yang dikatakan oleh Jessica tadi, dia memang sudah sering menerima ejekan seperti itu sejak kecil, namun kadang hal itu sering membuatnya goyah juga.
            “ Eh, tadi isi kertas dari Toni apaan Sel? “ kata Nita tiba-tiba membuyarkan lamunan Gisel.
            “ Aku males baca Nit, “ kata Gisel badmood sambil menyerahkan kertas tadi ke Nita. Setelah itu Nita membaca isi surat itu dengan muka takjub sambil senyum-senyum, geleng-geleng kepala, dan berdecak kagum.
            “ Hey, dia ngajakin kamu jalan Sel!” kata Nita penuh  semangat!. Namun tak ada tanggapan dari Gisel. Dia berpura-pura serius memperhatikan pelajaran yang sedang berlangsung, namun jelas terlihat pandangan Gisel kosong menerawang tak tahu arahnya kemana. Mungkin dia masih memikirkan perkataan Jessica tadi. Nita yang duduk di sebelah Gisel hanya bisa berusaha menghibur Gisel dengan tingkah anehnya yang jelas sangat jauh dari selera humor Gisel sehingga Gisel tak mungkin tertawa. Nita memang prihatin jika Gisel mengalami hal seperti tadi pagi. Dia pasti tergoncang.
                                                            J  J  J
              “ Ciye yang mau kencanJ “ kata ibu pada Gisel saat pulang sekolah. Namun Gisel hanya terbengong-bengong.
            “ Siapa bu? Aku? “ kata Gisel menegaskan. Masih dengan mukanya yang kebingungan.
            “ Kalau bukan kamu siapa lagi? “ kata ibu dengan senyum menggoda. Gisel malah semakin bingung. Dan saat dia menuju kamar dia baru ingat tentang kertas yang diserahkan Toni padanya tadi pagi.  Dia bergegas menuju ke kamarnya dan segera membuka isi kertas itu, warna dan bentuknya sudah lumayan lusuh, mungkin karena terlalu lama dipegang Nita, batinnya.
             Gisel, mungkin harusnya kita udah gak ada komunikasi apapun ya semua hutang gue ke lu udah lunasss..
Tapi, jujur gue seneng berteman sama lu.
Nanti malem ada acara? gue jemput lu jam 7 ontime ya!.
Maaf gue pake kertas sgala,  soalnya lu gak pernah bales sms gue sih.
-cowok charming-

Setelah membaca isi secarik kertas itu Gisel sedikit tersenyum apalagi cowok aneh itu menulis tanpa disingkat sedikitpun. Dan dia mulai bertanya-tanya pula. Bagaimana bisa ibunya tahu kalau dia diajak kencan?
“ Ibu, ibuu.. tahu darimana kalau aku mau kencan? “ Gisel memberanikan diri bertanya.
“ Rahasia.” Kata ibu dengan senyum kecil. Gisel tak mau mengorek lebih dalam tentang hal yang gak penting itu. Dan sekarang banyak pertanyaan melayang di benaknya. Datang atau nggak? Mau diajak kemana? Pake baju apa? Dandan atau nggak?
Aarrgghh !!!
                                                J J J
19.00 Gisel sudah berubah penampilan dengan mengenakan blus warna merah maroon dengan hiasan sedikit manik-manik di bagian depan dan flat shoes warna biru. Gisel memang tak mau mengenakan dress yang dipilihkan ibunya. Namun dengan mengenakan baju simple itu Gisel tetap terlihat anggun dan menarik.
            Jam 19.10 Toni sudah datang dan siap untuk menjemput Gisel, dengan mengenakan kemeja warna biru, celana jeans warna hitam dan sepatu putih, Toni tampak keren, Gisel yang berpenampilan ala kadarnya sangat terpesona melihat penampilan Toni yang amat menawan saat itu. Setelah berpamitan pada ibu Gisel, mereka berdua pun berangkat.
            “Kamu cantik!” kata Toni saat sedang di perjalanan. Gisel yang mendengar pujian itu sebenarnya tersipu malu namun berusaha untuk tetap terlihat jutek.
            “ Kita mau kemana?” kata Gisel mengalihkan pembicaraan. Toni tak menjawab dia berpura-pura serius menyetir mobil hingga akhirnya mereka sampai di sebuah tempat yang Gisel tak tahu nama tempat itu tak ada plakat atau apapun yang menuliskan nama tempat itu. Dan kali ini tentu saja Toni berhasil membuat Gisel penasaran. Bangunannya mirip restoran, namun bisa dibilang mirip hotel, atau bahkan bisa dibilang sebuah villa, dan masih banyak terkaan yang melayang di pikiran Gisel.
            Mereka berdua memasuki sebuah lorong dengan lampu remang-remang, lorong itu sangat panjang dengan macam-macam lukisan antik di sepanjang tembok lorong itu, tanpa sadar Toni sudah menggandeng tangan Gisel, dan jadilah mereka benar-benar seperti pasangan kekasih yang serasi. 
            Toni tak berbicara sepatah katapun, namun dia terus mengarahkan Gisel ke jalan antah berantah, sesudah memasuki lorong yang super panjang, mereke berdua menuju ke tangga yang antik pula dengan bahan dari kayu sepertinya. Di sepanjang tangga itu ada lilin-lilin kecil yang menambah kesan romantis. Setelah menyusuri anak tangga yang lumayan panjang, mereka berdua sampai di sebuah tempat, yang ini lumayan ramai, banyak orang mengantri untuk membeli tiket sepertinya.
            “ Tempat apa sih ini? “ kata Gisel tak tahan dibuat penasaran.
            “ No coment!” kata Toni sambil tersenyum menggoda Gisel.
            Gisel menyerah untuk mengikuti Toni. Setelah berjalan cukup lama akhirnya mereka berdua sampai di suatu tempat yang lumayan tinggi. Tak ada seorangpun disitu, gelap gulita, dan Gisel hanya melihat satu lilin menyala disitu. Toni hany tersenyum.
            “ Bukannya gue sok romantis ya, tapi kuharap kamu suka. “ kata Toni membuat Gisel sedikit dag digdug. Dan sesaat setelah itu, lampu dinyalakan dan di hadapan Gisel tersaji pemadangan yang sangat indah. Lampu kota menyala dengan indahnya bisa dilihat dari jendela yang tadinya tertutup tirai, dan ada 1 meja yang sudah tertata rapi lengkap dengan berbagai menu makanan yang sudah tersaji menggoda selera, belum lagi di tembok ruangan itu ada berbagai jenis lukisan menakjubkan dan sangat dikagumi Gisel.
            “ Kok kamu tahu kalau ku suka lukisan ?” kata Gisel dengan wajah terpesona. Toni hanya tersenyum, dia cukup puas dengan usahanya selama ini membuat kejutan untuk Gisel.
            “ Ini sama aja liat pameran gratis Ton, “ kata Gisel masih takjub sambil melihat satu-persatu lukisan yang ada sekeliling tembok tempat Gisel dan Toni berdiri.
            “ Siapa bilang gratis?” kata Toni menggoda Gisel. Dan setelah itu Toni menarik tangan Gisel, padahal Gisel masih ingin berlama-lama di ruangan itu. Mereka berdua menuruni tangga, namun tak melewati jalan yang semula mereka lewati saat menuju ke tempat itu.
             Tangga dengan ornamen yang tak kalah menarik dengan lilin-lilin kecil yang setia menyala menambah kesan romantis, tiba-tiba Gisel merasakan matanya ditutup dengan selembar kain.
            “ Tonn. Aku mau dibawa kemana? “ kata Gisel sambil meronta ingin agar penutup mata itu dilepaskan.  
            “ Percaya sama gue.oke?” jawab Toni menenangkan.
            Saat matanya ditutup, Gisel bisa menghirup aroma yang sangat menyejukkan di sekitarnya, entah itu aroma apa tapi yang jelas dia sangat menyukai aroma itu. Gisel berjalan perlahan-lahan dengan Toni yang menuntun tangannya, membimbing ke suatu tempat yang tak pernah Gisel tahu.
            “ Sekarang buka  mata!” kata Toni saat mereka sudah sampai di tempat yang mereka tuju.
                                                J J J
            Gisel kembali dibuat takjub dengan pemandangan di depannya.  Bagaimana bisa sekarang dia berada di sebuah tepi pantai yang sangat indah, setahunya di daerah itu tak pernah ada pantai.
            “ Ini pantai beneran Ton?” kata Gisel masih heran juga. Toni hanya mengangguk sambil tersenyum. Dan setelah itu Gisel dan Toni duduk di tepi pantai hanya duduk dengan  beralaskan selembar tikar dan beratapkan langit berbintang, dan ditemani dengan hidangan seafood  Romantis.
            “ Dulu, tempat ini jadi tempat kencan pertama orang tua gue.” Kata Toni memulai percakapan. Gisel hanya terdiam, masih sangat menikmati suasana di sekitarnya.
            “ Ayahmu romantis dong.” Komentar Gisel singkat.
            “ Iya, sampai sekarang mereka juga sering kesini.” Kata Toni. Dan kata-kata Toni membuat Gisel teringat pada ibunya.
            “ Seandainya ibuku bisa ngrasain hal yang sama kayak ibumu Ton” kata Gisel dengan raut muka sedih. Toni memandang Gisel dengan raut muka bersalah karena sedikit membuat Gisel tersinggung.
            “ Emm.. maaf Sel, aku ..” belum sempat melanjutkan kata-katanya namun Gisel langsung menimpali.
            “ Asal kamu tahu, aku orang kotor Ton, aku Cuma anak haram yang sebenarnya gak diinginkan” kata Gisel tambah sedih lagi, dia mulai goyah
            “ Sel, maaf gue gak bemaksud nyinggung itu. Maaf.. “ kata Toni dan jelas-jelas sekarang dia merasa sangat bersalah.
            “ Gak usah dibahas Ton, aku pulang aja!” kata Gisel sambil meninggalkan Toni sendirian di tepi pantai, namun Toni berusaha mengejar Gisel, dan berhasil meraih tangannya.
            “ Sel, aku sayang sama kamu!” kata Toni berteriak di saat Gisel sedang berusaha berlari ingin meninggalkan Toni. Namun mendengar perkataan Toni, Gisel mengurungkan niatnya untuk berlari, mata mereka saling beradu. Gisel tak menyangka, tanpa kata ‘gue’, ‘lu’ yang biasa digunakan Toni untuk berkomunikasi, membuat kata-kata terkesan sangat sungguh-sungguh. Namun dia tak ingin serta merta mempercayai kata-kata tadi.
            1 detik, 2 detik, dan akhirnya Toni tak kuat menahan rasanya untuk memeluk Gisel, akhirnya di tepi pantai nan romantis itu, Gisel merasakan kehangatan yang luar biasa dari seseorang yang baru dia kenal kurang lebih sebulan yang lalu.
            “ Aku udah tahu semua tentang kamu, tentang semua masa lalu kamu, tentang hal yang kamu suka, semuanya aku tahu Sel, kamu jangan takut aku bakal ninggalin kamu Cuma gara-gara semua tentang kamu itu! Aku sayang kamu!” kata Toni yang jelas membuat Gisel merasa tenang, namun dia tak bisa menjawab apapun. Hanya diam, berpikir dan masih tak menyangka semua ini terjadi sebenarnya.
            “ Kamu mau kan jadi pacarku?” kata Toni setelah melepaskan pelukannya dan memandang lekat ke mata Gisel. Namun belum ada jawaban dari mulut Gisel. Dia masih tak menyangka, di dalam hatinya terjadi pertempuran yang sangat hebat. Sementara Toni lebih dag dig dug lagi mendengar jawaban Gisel. Angin malam yang super dingin dan ditambah lagi suasana malam yang sangat tenang itu menemani mata Gisel dan Toni yang saling beradu dengan membawa perasaan masing-masing yang campur aduk.
            “ Ya” kata Gisel sambil mengangguk. Diakhiri dengan pelukan kemenangan Toni mengawali kisah cinta mereka berdua.
                                                            J J J
            TUAN MUDA
Semenjak peristiwa malam itu, dua sejoli yang sedang dimabuk cinta itu telah membuat kehebohan di sekolah. Bagaimana tidak, Toni yang super charming dan Gisel yang notabene sering menjadi bahan ejekan bisa menjadi sepasang kekasih. Ibu Gisel juga sudah mengetahui hal itu, baginya tak masalah Gisel mulai mencoba pacaran, dia tak ingin Gisel merasakan hal yang sama dengan dirinya saat dia harus pacaran sembunyi-sembunyi hingga terjadi suatu hal yang tidak dia inginkan waktu itu.
Hari ini hari Minggu tapi Gisel tak ada rencana untuk pergi kemanapun. Toni yang seharusnya menghabiskan waktu bersama Gisel harus pergi ke luar kota untuk menghadiri pernikahan saudaranya.
“ Permisi.” Ada seseorang yang mengunjungi warung Gisel nampaknya. Gisel yang kebetulan sedang berada di depan rumah langsung menghampiri orang tadi. Gisel melongo, karena ternyata yang datang adalah asisten macho yang waktu itu menolongnya. Masih dengan gayanya yang macho, orang itu sedikit menunduk saat melewati pintu rumahnya, padahal belum dipersilakan masuk. Pikir Gisel.
“Ibu, ada?” kata cowok itu tadi.
“ A..ada..” jawab  Gisel sedikit gugup. Dan saat itu juga ibu Gisel datang untuk menemui tamu tadi dengan sedikit tergopoh-gopoh.
“ Iya mas, ada apa? “ kata ibu Gisel dengan sangat sopan.
“ Perkenalkan nama saya Rudi bu, mungkin mbak Gisel sudah tahu. Waktu itu saya kebetulan bertemu dia, saya diutus bos saya untuk memesan makanan disini untuk acara meeting minggu depan. “ kata cowok macho tadi yang ternyata namanya Rudi, Gisel tersenyum karena tanpa harus berkenalan dia sudah tahu nama orang tadi.
“ OO..minggu depan hari apa ya mas?. tapi kehormatan bagi saya lho ini bisa dipesan dari perusahaan. “ ibu Gisel menanggapi sambil tersipu malu.
“ Ahh.. ibu ini bisa aja. Banyak yang bilang makanan disini enak kok bu, makanya kita mau coba.” Kata cowok tadi, yang sebenarnya sok tahu, dan selanjutnya mereka bertiga terlibat dalam tawar-menawar harga dan masih banyak lagi, Gisel yang menjadi orang ketiga di perbincangan itu hanya bisa mengangguk, senyum-senyum, dan pura-pura menjadi orang yang sangat mengerti dalam bidang yang digeluti ibunya tersebut. Bisa dibayangkan kan betapa konyolnya muka Gisel yang berusaha pura-pura yakin.
Hingga akhirnya cowok macho tadi meninggalkan rumahnya Gisel masih senyum-senyum sendiri.
“ Sel, belanja!” kata ibu Gisel sambil menyerahkan selembar kertas pada Gisel. Namun Gisel hanya bisa melotot dan geleng-geleng kepala.
“ Tapi ibuuuu.. ini panas bangeet L, lagian itu masih buat minggu depan kan?”  Gisel mengeluh pada ibunya.
  Ini proyek besar Sel, kita harus nyiapin sebaik-baiknya!” Kata ibu Gisel sedikit lebay.
Dan jadilah Gisel dan ibunya pergi ke pasar dengan menggunakan motor butut satu-satunya yang mereka miliki. Selama perjalanan ibu Gisel nyerocos terus membicarakan tentang rasa bangganya mendapat pesanan dari sebuah perusahaan besar. Gisel sebenarnya malas untuk mendengarkan apalagi menanggapi, selain karena ia harus berkonsentrasi menyetir motor dia juga harus menahan kepanasan di siang yang amat terik itu.
Sesampainya di pasar, Gisel harus mengekor pada ibunya, membawakan ini dan itu, sangat pantas jika disebut pembantu. Dengan muka malas-malasan dan cara jalannya yang terkesan malas-malasan pula Gisel mau tak mau terus mengikuti ibunya. Dia sudah biasa melakukan hal itu dengan terpaksa. Namun dia hanya ingin menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, eh, hanya berbakti pada ibunya. L
                                                J J J
Gedung perkantoran nan mewah, yang menjulang tinggi itu ada di hadapannya, “ Sinar Mas group” itulah nama perusahaan yang ada di hadapan Gisel sekarang, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Jasa telekomunikasi. Dengan yakin Gisel memasuki gedung itu ditemani Nita dan gebetan barunya, lagi-lagi Toni tak bisa menemani karena sekarang dia sedang sibuk dengan salah satu organisasi di sekolahnya.
Saat Gisel memasuki gedung mewah tersebut, dia sangat kagum dengan berbagai ornament yang ada di gedung tersebut, penuh dengan suasana etnik nan unik.
“ Ada perlu apa mbak?” kata seorang petugas menyapa Gisel.
“Gini pak, kami mau mengantarkan pesanan makanan ke ruang meeting room. Dimana ya ruangannya pak?” kata Gisel dengan super ramah.
“ ooo.. silahkan mengisi buku tamu dulu mbak, nanti saya antarkan. “ kata petugas keamanan tadi.  Dan setelah itu Gisel mengangguk dan mengisi buku tamu yang tersedia. Setelah itu mereka menuju ke lift dan langsung menuju ke ruang meeting room yang dimaksud, Gisel hanya menunggu di luar sementara petugas keamanan tadi memanggil seseorang untuk keluar.
Tak sampai 5 menit seseorang yang tak lain adalah direktur perusahaan tersebut keluar. Gisel pernah bertemu dengan orang tersebut sebelumnya saat dia jatuh dari motor beberapa waktu yang lalu. Gisel dan bapak itu terlibat sedikit pembicaraan, hingga akhirnya bapak tadi masuk kembali ke ruangan sambil menyuruh beberapa asistennya untuk mengambil  makanan yang dibawa Gisel.  Kini Gisel,Nita dan gebetan Nita yang tak tahu siapa namanya duduk di ruang tunggu depan meeting room tersebut karena permintaan dari direktur tadi untuk menunggu sebentar.
“ Mari ke ruangan saya!” kata direktur tadi mengajak Gisel. Saat memasuki ruangan direktur tadi, Gisel sangat kagum karena ternyata ruangan tadi masih mengusung tema etnik. Benar-benar unik. Batinnya.  Di ruangan itu terpajang foto-foto keluarga namun nampaknya tak ada foto terbaru nampaknya, hanya ada foto bernuansa tahun ’80 an. Keluarga itu amat bahagia nampaknya terlihat dari foto-foto kebersamaan yang sangat Nampak akrab. Gisel iri.
“ Saya puas dengan makanannya. Ini pantas dibayar mahal.” Kata bapak tadi.
“ o ya?” kata Gisel kaget sambil tersipu malu. Selanjutnya Gisel diberi sebuah amplop yang isinya upah dari hasil kerja keras dia dan ibunya tentunya.
“ waa. Makasih pak, tapi ini banyak banget. “ kata Gisel masih keheranan.
“ gak masalah, itu sebagai bentuk rasa terimakasih saya. Saya mau besok setiap ada even di perusahaan ini saya bisa menikmati makanan kamu lagi. “ kata bapak tadi sambil menyerahkan kartu namanya.
“Saya sudah tahu nomor ibu kamu dari asisten saya. Jadi , kalau nomor yang ada di kartu nama itu menghubungi kamu itu saya ya..” kata bapak tadi dengan menggunakan bahasa yang tidak efektif pikirnya. Ternyata namanya adalah Danang Prabowo. Mungkin panggilannya pak Danang.  Pikir Gisel.
“ Baik pak Danang J” kata Gisel sambil mengangguk tanda hormat dengan senyum manis di bibirnya dan setelah itu dia memohon ijin untuk pulang.
Sepeninggal  Gisel, Pak Danang masih heran kenapa dia begitu perhatiannya pada Gisel, jarang sekali dia mau terjun langsung apalagi hanya mengurusi makanan untuk meeting. Tapi mungkin karena ini adalah kali pertama dia memesan makanan di tempat yang berbeda. Pikirnya dalam hati.

                                                J J J
Pagi yang cerah, Gisel siap untuk berangkat ke sekolah, badannya memang sangat  lelah karena tadi pagi ia harus ikut menyiapkam makanan yang akan dijual ibunya, namun dia tetap bersemangat berangkat ke sekolah. Hari ini dia dijemput pacarnya Toni,
“ Selamat pagi Cantik J” sapa Toni pada Gisel. Namun yang dipuji malah cemberut, yang jelas Toni tak tahu apa sebabnya.
“ kamu kenapa? “ kata  Toni melihat tak ada respon positif dari Gisel.
“ Kita tuh sebenarnya pacaran gak sih?” kata Gisel dengan wajah yang masih cemberut. 
“ Ya pacaran lah..” jawab Toni tenang dengan sedikit tertawa.
“ Kalo pacaran kenapa udah sebulan kita pacaran kamu gak ngajak jalan atau ngapain kek  gitu.. alasannya ini lah, itu lah. aku gak jauh beda kan kayak pas jadi teman kamu dulu!Aku butuh kejelasan aja!” Emosi Gisel mulai meledak.
“ Ya ampun, oke deh aku minta maaf, tapi kamu tahu kan gimana kesibukan aku, aku punya banyak tanggung jawab juga, “
“ Ya kalo gitu ngapain kita pacaran?buat status doang? Apa kamu malu ya kalo jalan bareng aku?“ Gisel menambahkan dan muka juteknya tak dapat dikalahkan siapapun.
“ Sel, tolong ngertiin aku ya, aku emang kemarin belum ada waktu yang pas buat kamu. Oke deh, nanti malem kita jalan ya!” kata Toni sambil memperlihatkan pandangan menggoda Gisel.
“ oke. kalo kita gak jadi jalan, kita putus!” kata Gisel tegas sambil melotot pada Toni. Dan selanjutnya Toni terus menerus menggoda Gisel, dia tak ingin adu mulutyang bar saja mereka alami berkelanjutan dan  yang paling penting dia harus mengembalikan mood Gisel yang mulai hilang, tahu sendiri kan kalau Gisel bad mood , juteknya minta ampun, demi apaa dia benar-benar akan menjadi seperti monster.  
Sesampainya di sekolah, Gisel masih cemberut namun saat melihat pemandangan di depannya, Gisel tertawa terbahak-bahak. Bagaimana  tidak, temannya yang tak lain adalah Nita, tampil CETAR MEMBAHANA BADAI HALILINTAR! hari ini, dia memoles mukanya dengan bedak yang terlalu tebal nampaknya, belum lagi dia memakai lipstick yang belepotan kemana-mana dan yang paling penting adalah sepatunya yang modelnya sangat norak dengan warna mencolok dan belum lagi kaos kaki setinggi lutut bermotif pelangi, yang membuat Gisel lebih heran lagi adalah rambut yang dikepang ke arah depan, belakang, samping kiri kanan. Jelas saja Gisel dan Toni yang melihat pemandangan seperti alien itu tertawa.
“ Niit.. kamu kesambet setan apa jadi badut begini!” kata Gisel sambil terus tertawa.
“ iihhh Gisel aku kayak gini kan ngikutin bintang kesukaanku” Nita menjawab dengan rasa percaya diri yang amat tinggi.
“ hah? Mana ada artis macam lu begini!” Toni menimpali
“ ya ampun kalian kok gak update banget sih. Liat ini !” kata Nita sambil menunjukkan salah satu bintang favoritnya. Gisel dan Toni yang melihat foto yang ditunjukkan Nita langsung tertawa terpingkal-pingkal.
“ kok kalian masih ketawa sih?” kata Nita dan wajahnya yang tadinya ceria dan optimis berubah menjadi cemberut melihat reaksi kedua temannya. Setelah itu Gisel dan Toni langsung meninggalkan Nita yang mulai merasa kehilangan rasa PD hari ini, padahal dia sudah mempersiapkan penampilannya kali ini jauh-jauh  hari.
“ Ya ampun dia bener-bener konyol ya!” kata Gisel pada Toni sambil terus menerus tertawa.
“ Iya, aku heran banget deh sama makhluk satu itu!, “ kata Toni sambil terus tertawa juga.
“ Eh, tunggu dulu tapi dia udah nolong aku pagi ini. “ kata Toni tiba-tiba teringat satu hal. Gisel bertanya-tanya , menolong?
“ gara-gara dia kamu jadi lupa kan kalo kamu ngambek sama aku?” kata Toni lagi dan dia tertawa penuh kemenangan sambil terus menggoda Gisel. Hingga akhirnya Gisel mengakui kemenangan Toni. ‘orang ini selalu balikin moodku yang ilang. ‘ kata Gisel dalam hati.
                                    J J J
LET’S BREAK UP!
Jam 7 malam telah lewat dari setengah jam yang lalu, namun Toni belum menunjukkan batang hidungnya. Gisel yang menunggu  kedatangan Toni menunjukkan raut muka yang tak mengenakkan, bagaimanapun juga dia paling benci jika harus menunggu terlalu lama. Sampai jam 8 malam, Toni tak kunjung datang. Gisel semakin kesal.
Sementara itu di tempat yang berbeda, ternyata Toni harus berjuang memperbaiki mobilnya yang mogok. Ia mencoba menghubungi Gisel namun tak ada hasil. Mungkin Gisel marah. Pikirnya. Dia harus siap dengan dengan konsekuensi yang dia terima bila dia tak menepati janjinya kali ini, Putus!. Tapi apakah Toni akan merelakan Gisel pergi begitu saja? Tentu saja tidak , dia sangat mencintai Gisel, tak ada yang bisa mengalahkan cintanya pada Gisel.
Pada saat itu juga Toni nekat meninggalkan mobilnya di bengkel dan ia berlari menuju rumah Gisel, memang sudah jam 8 sekarang. Tapi baginya tak ada yang terlambat, semoga masih ada kesempatan. Dengan sekuat tenaga dia berlari, masih 1 kilometer kira-kira dia harus berlari menuju rumah Gisel. Namun dengan sekuat tenaga ia tetap berlari. Hingga saat sudah sampai di rumah Gisel ia sudah mendapati pintu gerbang terkunci rapat.
Toni mencoba menghubungi Gisel lagi. Namun tak ada hasil. Dia berusaha mencari jalan yang lain, dia mencoba megetuk pintu. Namun sial, kali ini yang keluar malah ibu Gisel. Toni meneyerah pada keadaan semoga nasib baik berppihak padanya.
“Permisi Bu..” kata Toni sesopan mungkin.
“ Ia.. ada apa malam-malam kesini? Gisel udah tidur.” Jawab ibu Gisel sejudes mungkin. Agar terlihta berwibawa sepertinya.
“Saya ingin bertemu Gisel sebentaaarr saja bu, ada hal penting yang harus saya bicarakan!” kata Toni lagi dengan wajah memelas.
“ Gisel sudah tidur!” kata ibu Gisel lagi sedikit membentak!. Dia nampaknya sudah jengkel dengan Toni.
“ Ada apa bu?” kata Gisel tiba-tiba mengagetkan Toni dan ibu Gisel tentunya yang sedang berakting marah.
“ Baiklah, kalian sebaiknya ngobrol berdua.” Kata Ibu Gisel menyerah. Toni tersenyum penuh kemenangan.
“Jangan sakiti anak saya!” Ibu Gisel berbisik pada Toni dengan mata melotot. Toni hanya mengacungkan ibu jari sambil mengerdipkan sebelah matanya. Dan beberapa saat kemudian Toni dan Gisel duduk berdua di teras umah Gisel sambil menikmati suasana malam yang sunyi. Toni membuka pembicaraan.
“ Maaf Sel, mobil aku mogok. Trus tadi aku coba hubungi kamu tapi..”
“ Gak butuh alesan!” kata Gisel memotong perkataan Toni.
“ Tapi Sel,.” Toni belum sempat melanjutkan pembelaannya namun Gisel sudah melotot ke arahnya.
“ Yang jelas, kita udah sepakat kan? Gak jadi jalan, putus!” kata Gisel lagi dengan nada yang agak meninggi.
“ Sel,  tapi ini konyol, kita masih saling cinta, masih saling sayang, kenapa kita putus Cuma gara-gara hal kayak gini?” Toni membela lagi.
“ Oke, sekarang apa yang bisa kamu perjuangkan buat aku selama ini? Kamu Cuma sibuk sama urusan kamu, Cuma mikirin urusan kamu, dan selalu minta dingertiin! Apa kita masih bisa disebut pacaran?” Gisel membela juga dan Nampak air mata mulai keluar dari matanya. Toni yang melihat hal itu tak tega. Dia merasa sudah menyakiti hati Gisel.
“ Aku bisa memperbaikinya. Aku Cuma gak mau Cuma gara-gara hal kayak gini kita putus Sel.” Kata Toni dengan wajah serius. Namun Gisel memilih untuk menghindar dari Toni dan  masuk ke rumahnya. Toni mencoba memanggil Gisel namun tak membuahkan hasil, malah ibunya yang keluar dengan melipat tangannya di depan dada dan dengan wajah serius ibu Gisel menghampiri Toni.
“ Ada apa dengan kamu dan Gisel?” kata  ibu Gisel memulai pembicaraan.
“ Dia minta putus bu”, kata Toni dengan jujur. Dia tak ingin menutup-nutupi masalahnya. Sejenak ibu Gisel terdiam. Toni pun terdiam.
“ Gisel memang masih awam soal cinta, dari dulu kalau pacaran selalu begitu, belum ngerti soal cinta.” Ibu Gisel bercerita sambil menerawang ke langit.
“ Kalau dia pacaran pasti dia putus gara-gara pacarnya tau kalau masa lalunya jelek. Gara-gara itu dia jadi jutek dan bahkan pernah dia gak percaya soal cinta. Kamu tahu sendiri kan?” Tambah ibu Gisel lagi. Toni hanya terdiam, bingung mau menanggapi apa.
“ Saya tahu kamu orang baik-baik, Cuma kamu yang bisa menerima masa lalu Gisel.  Dan kamu yang buat Gisel percaya cinta lagi.  Tolong jaga Gisel, tunjukkan kalau kamu emang sayang sama dia, jangan melarikan diri dan menyerah pada keadaan seperti bapaknya Gisel dulu. Saya gak pengen liat Gisel seperti saya. Mati rasa.” Kata ibu Gisel sambil menatap ke wajah Toni, terlihat begitu berat mengatakan hal itu pada Toni. Namun dia yakin dia melakukan yang benar.
Toni yang mendengarkan berbagai wejangan dari ibu Gisel hanya bisa mengangguk dan meyakinkan ibu Gisel, dia ingin berjuang untuk Gisel dan membuat Gisel mengerti soal cinta yang sesungguhnya.
                                               
J J J
Pagi harinya, Gisel berangkat sekolah seperti biasa. Namun ada yang aneh rasanya pagi ini jika dia tak dijemput Toni. Gisel seperti orang linglung yang kehilangan arah. Namun di lain sisi dia merasa keputusan yang dia ambil untuk memutuskan Toni adalah benar. Saat sedang menunggu bus yang sudah kira-kira sebulan yang lalu tidak dia tumpangi lagi, Gisel melamun, masih galau nampaknya, hingga saat bus yang dia tunggu datang, Gisel masih menerawang.
Saat memasuki bus, dia teringat pada saat pertemuan pertamanya dengan Toni, saat itu dia begitu terpesona pada pesona Toni, namun beberapa saat kemudian dia menjadi penasaran dan berpendapat bahwa Toni sangat sombong.
Dan di bus yang penuh sesak itu tak terasa Gisel  meneteskan air mata. ‘gak boleh cengeng’ kata Gisel dalam hati.
            “ Cewek jutek gak boleh nangis. “ kata seseorang sambil memberikan selembar sapu tangan. Dan tanpa melihat siapa orang itu Gisel langsung menerima sapu tangan yang diberikan orang tadi. Gisel mengusap pipinya perlahan. Dan beberapa saat kemudian Gisel merasa ada yang aneh. Sapu tangan siapakah ini?katanya dalam hati. Dia mencoba melihat ke sekitar. Di sebelah kanannya berdiri seorang pria yang tak asing baginya. ‘Toni’. Setelah Gisel melihat Toni, jelas keduanya menjadi salah tingkah.
              Ngapain kamu disini?” kata Gisel pada Toni. Namun Toni hanya tersenyum.
            “ kalo ditanya itu jawab donk!” lanjut Gisel sambil sedikit melotot pada Toni.
            “ Ngikutin kamu!” jawab Toni dengan santainya, masih dengan gaya khasnya menggunakan earphone.
            Gisel terdiam, tak tahu apa yang harus dia lakukan. Namun nampaknya dia gengsi bila harus menyapa dan ngobrol panjang lebar pada Toni. Akhirnya hingga mereka berdua sampai di sekolah, keduanya masih diam tanpa kata. Saat hendak menuju ke kelasnya, Toni dihadang oleh segerombolan cewek-cewek rese yang ingin bertingkah seperti wartawan infotainment.
            “Denger-denger ada yang habis putus nihh” kata seseorang yang tak lain adalah Jessica, cewek palig rese dan menyebalkan di sekolah. Namun mendengar perkataan yang cukup pedas itu, Toni hanya diam saja, tak penting baginya menanggapi omongan tak penting dari Jesica.
            “ Ya bener sih, mending kamu cari cewek yang lebih pantes dan lebih terhormat daripada dia. Apa-apaan anak haram kayak dia, gak pantes kan dapet orang terhormat kayak kamu Ton.,” Jessica melanjutkan perkataannya, namun lagi-lagi Toni tak menggubris perkataan makhluk satu ini.
Jessica yang melihat respon negatif dari Toni merasa harga dirinya turun drastis. Hingga Toni memasuki ruang kelaspun masih tak ada respon positif yang diharapkan Jessica.
“ iihhhh.. kalian gimana sih ?kok gak bantuin aku tadi?” kata Jesica membentak-bentak temannya. Namun ketiga teman yang lebih tepat jika disebut pengikut itu hanya bisa diam. Bagi mereka melawan perkataan Jesica adalah bunuh diri. Jesica kesal dan meninggalkan ketiga temannya yang kebingungan.
Sementara itu Toni yang menerima  ejekan tadi tak pernah memikirkan apalagi mengubah perasaannya. Baginya, Gisel adalah wanita terbaik yang pantas dia perjuangkan. Dan saat di kelas, dia siap memulai pelajaran pada hari itu. Semangatnya memang berkurang semenjak Gisel memutuskan hubungan mereka berdua. Yang menjadi misi utamanya kali ini adalah hanya mendapatkan Gisel kembali.
            Saat istirahat tiba, Toni yang biasanya semangat menuju ke kelas Gisel dan mengajaknya ke kantin sekolah, kali ini dalam dirinya tak ada semangat sedikitpun. ia memilih untuk menuju ke lapangan basket di belakang sekolah. Dia memainkan bola yang ada di tangannya memantulkannya ke lantai berkali-kali dan mencoba memasukkan ke ring namun hasilnya nihil. Dia memang tak begitu jago dalam bermain basket. Boleh dibilang amatiran.
            Saat Toni sedang asik bermain basket, tanpa sadar Gisel melewati lapangan basket, sepertinya ingin menuju ke kantin sekolah. Biasanya mereka bertiga. Nita, Gisel dan Toni selalu bersama saat menuju ke kantin namun  kali ini terlihat berbeda karena ada seorang cowok yang Toni tak pernah tahu siapa itu, bersama Gisel dan Nita. Jelas ini membuat Toni bertanya-tanya. Siapakah gerangan cowok itu? Apakah dia cemburu? Jelas iya! L
                                                            J J J
            Gerimis romantis di malam minggu, Toni masih sibuk dengan urusannya. Sebagai ketua panitia salah satu even di sekolahnya. Menyiapkan ini dan itu untuk keperluan even tersebut. Memang even ulang tahun sekolah tak spesial bagi sebagian orang. Apalagi biasanya acaranya klasik, itu-itu saja. Namun di tangan Toni nampaknya akan menjadi berbeda.
            Sampai dengan pukul 9 malam Toni masih berada di sekolah untuk mengecek segala persiapan untuk esok harinya. Dan beberapa saat kemudian satu persatu ‘kru’ nya pamit untuk mendahului Toni. Saat semuanya sudah beres barulah Toni berkemas untuk pulang.
            Masih gerimis, Toni memandang ke langit dan tak ada bintang sedikitpun di langit sana. Tanpa terasa Toni mengingat Gisel yang beberapa waktu yang lalu menemaninya untuk melihat bintang. Jujur saja  , dia merindukan Gisel. Namun apa daya, walaupun  ini malam minggu, dia tak bisa mengajak Gisel jalan-jalan, lagipula ini sudah jam 9 pikirnya, sambil senyum-senyum sendiri.
             Dan di malam yang semakin larut itu mobil Toni malaju perlahan bahkan sangat perlahan. Dia mengarahkan mobilnya seperti tanpa tujuan, tapi tak segera menuju ke rumahnya. Hingga tanpa sadar dia sudah berada di depan rumah Gisel. Entah apa yang membawa dirinya sehingga dia bisa sampai di tempat itu. Toni memadangi rumah mungil dengan pagar di depannya. Sederhana, namun yang tinggal di rumah itu benar-benar orang yang luar biasa baginya, mereka adalah wanita tangguh yang menjadi sumber inspirasinya.
            Saat itu Toni tak menemukan Gisel ada di rumah itu. Mungkin Gisel sudah tidur pikirnya. Namun beberapa saat kemudian Toni sangat terkejut karena melihat Gisel dari suatu tempat. Dari bepergian nampaknya. Toni menahan diri untuk tidak segera menemui Gisel. Namun yang membuat dia lebih terkejut lagi adalah saat Gisel disusul oleh seorang cowok yang mengendarai ‘moge’, postur tubuhnya memang gagah, tinggi, lumayan macho,  Toni berpikir sambil terus memperhatikan cowok itu, entah hanya rasa penasaran atau bahkan api cemburu yang sedang membakar hatinya sekarang.
            Cowok tadi dan Gisel memang terlibat pembicaraan yang serius, entah apa yang mereka bicarakan. Namun ini jelas membuat Toni geram, dia menyimpulkan memang ada sesuatu yang lain antara Gisel dengan cowok itu. Beberapa saat kemudian Gisel dan cowok itu semakin menunjukkan gelagat yang tak bersahabat. Sebuah kecupan melayang ke kening Gisel. Kali ini bukan dari Toni tapi dari orang lain. ‘aku cemburu’ kata Toni dalam hati.
                                                     J J J
            Sesosok lelaki yang nampaknya sudah tak asing baginya, dengan mobil dan plat nomor yang sudah dihafal di luar kepala. Gisel memperhatikan orang yang sedang berada kira-kira 50 meter di hadapannya.  Namun saat ingin memastikan siapa orang itu, tiba-tiba ada orang yang dari tadi dia hindari.  Gisel berusaha membuka pintu gerbang rumahnya agar bisa menghindar dari cowok yang notabene adalah mantan pacarnya. Namun belum sempat gerbang rumahnya terbuka, cowok itu menahan Gisel.
            “ Sel, please dengerin aku bentar aja!” kata cowok itu yang bernama Ricky, dia adalah pacar Gisel waktu SMP ya cinta monyetnya lah yaa.
            “ Apa-apaan sih? Aku mau masuk. Bisa dimarahin ibu nih, udah jam 9 lebih. Aku masuk ya?” jawab Gisel dengan muka nyengir. Namun Ricky masih menahannya.
            “ Sel, aku Cuma pengen minta maaf ke kamu, selama ini aku gak ada kabar, ninggalin kamu gitu aja waktu kita masih pacaran, bahkan mungkin kamu udah nganggap aku jadi mantan kamu. Tapi kita masih pacaran Sel.  Ini semua Cuma salah paham.”  Kata Ricky dengan muka super duper sok yakin. Padahal…
            Gisel hanya terdiam. Dia malas menganggapi apa yang dikatakan Ricky, baginya semua yang dikatakan Ricky sudah terlambat dan sudah kadaluarsa bila dikatakan sekarang.
            “ Sel, Please maafin aku ya..please, aku masih sayang kamu” kata Ricky lagi, dan beberapa saat kemudian sebuah kecupan mendarat di kening Gisel. Kaget, itulah yang dirasakan Gisel sekarang. Namun Gisel segera menghindar, dia tak ingin terlibat dalam pembicaraan yang lebih serius dan tentu saja akan membuang tenaganya.
            “ Sel,..” kata Ricky mencoba membujuk Gisel lagi. Namun Ricky belum selesai bicara Gisel sudah memotong pembicaraannya.
            “ Pulang sekarang Rik!aku capek. Bye..” kata Gisel dengan nada yang mulai meninggi sambil berusaha membuka pintu gerbang rumahnya. Kali ini Ricky tak menghalanginya lagi.
            Beberapa saat kemudian Ricky menyerah dan meninggalkan Gisel. Dan Gisel juga sudah menuju ke rumahnya, nampaknya ibu Gisel memperhatikan siapa yang baru saja menemui Gisel.
            “ Siapa lagi itu?” kata ibu Gisel dengan mata menyelidik.
            “ Ricky” jawab Gisel singkat.
            “ jadi kamu putus sama Toni gara-gara Ricky?” tanya ibu Gisel lagi.
            “ ah ibu nggak ngerti lah. aku mau ke kamar aja. Met malem.” Kata Gisel sedikit jengkel. Namun ibu Gisel mengerti dia tak bertanya lebih lanjut lagi, barangkali malah menyinggung perasaan Gisel.
            Sesampainya di kamar, Gisel masih memikirkan apa yang baru saja terjadi pada dirinya, namun tanpa sengaja perhatiannya tertuju pada mobil yang bisa dia lihat dari jendela kamarnya. Gisel mengenal mobil itu, mobil Toni, dan ada perlu apa dia berada di situ? Pikirnya. Gisel terus memperhatikan mobil itu. Nampaknya Toni masih terus memandangi kamar Gisel. Tiba-tiba Gisel mendengar ponselnya berdering tanda sms masuk.
            Aku datang kesini buat nglupain kamu kokJ.
            Ternyata sms dari Toni, Gisel hanya terdiam. Dia ingin membalas sms itu, namun beberapa saat kemudian Toni meninggalkan tempat itu. Gisel tak tahu harus berbuat apa, yang jelas saat ini dia sedang bingung dengan berbagai masalah yang dia hadapi. Ricky yang tiba-tiba datang, Toni yang malah memilih untuk benar-benar melupakannya, dan ibunya yang tentu saja selalu khawatir dengan keadaan dirinya.
            Aaaarghhhhhh!!!!
            Gisel hanya ingin tidur dengan tenang malam ini. Namun belum sempat dia memejamkan matanya, ponselnya berdering lagi. Sms dari Ricky.
            Aku tggu jwaban kmu Sel, ku masih sayang kamu. NightJ.
            Dan lagi-lagi Gisel tak ingin membalasnya. Yang dia butuhkan hanya tidur nyenyak dan mimpi indah malam ini. Night all.
                                                J J J
            Jam 12 siang, begitu terik namun  ratusan siswa masih dengan setia berdiri di depan panggung besar nan megah. Ya, kali ini adalah ulang tahun sekolah mereka yang ke 50. Pesta emas. Dan kali ini ada sebuah pensi yang terbesar di sepanjang sejarah keberadaan sekolah ini. Gisel sebagai salah satu siswa di sekolah itu tak ingin kalah untuk berpartisipasi dalam acara tersebut walaupun hanya sebagai penonton saja. Maklum, jiwa seninya tak begitu menonjol bila dibandingkan dengan teman-teman yang lainnya. Dia hanya bisa teriak heboh, goyang kanan goyang kiri.
            Sorak sorai terus membahana di seluruh penjuru panggung, semua orang bersukacita dan disinilah tempat untuk melepaskan kepenatan dan melupakan sejenak rutinitas sekolah yang biasa mereka hadapi setiap harinya. Walaupun pengisi acaranya hanyalah siswa-siswi dari dalam sekolah itu, namun karena itu adalah acara tahunan dan dinanti-nanti seluruh warga sekolah, acara itu tetap berjalan dengan meriah dan disambut antusias oleh seluruh warga sekolah.
            Di pertengahan acara Gisel mengajak Nita pergi ke toilet. Walaupun Nita sebenarnya enggan untuk pergi tapi Gisel  tetap menyeretnya keluar dari kerumunan penonton.
            “ ihhhh.. Gisel, bentar lagi tuh cowok idamanku yang main.. kamu ke toilet sendiri sihh.” Nita merengek,
            Gisel hanya bisa geleng-geleng kepala. Cowok idaman Nita yang mana lagi? Akhirnya Nita bagaikan tahanan yang baru saja terkena razia oleh polisi. Saat sedang berjalan dan terjadi sedikit perdebatan di antara Nita dan Gisel, di dekat toilet Gisel melihat seseorang yang tdai malam dia lihat. Toni.
            Gisel hanya berusaha menghindar dan mengalihkan pandangan ke tempat lain. Toni pun juga begitu, dia pura-pura tak melihat Gisel. Mungkin mereka sudah tak peduli satu sama lain tapii..
            “ Halo Toniiii.. apa kabar?kok dah lama gak main sama Gisel? Dia kangen sama kamu lhohhh!” kata Nita dengan super heboh dan jelas membuat Gisel mati gaya. Gisel menginjak kaki Nita sebagai kode.
            “ gak usah buang-buang waktu ngomongin yang gak penting!” kata Toni mengingatkan Nita sepertinya. Dan beberapa saat kemudian Toni langsung meninggalkan mereka berdua. Gisel hanya bisa memandangi Toni, dan Nita hanya bisa bengong. Tak tahu apa yang harus dia perbuat. Mungkin Toni benar-benar sudah tak peduli padanya. Goodbye Ton..

                                                            J J J
FITNAH LEBIH KEJAM !
           
            “ Ya. Mari kita sambut ketua panitia kita… Toni Prabowo..” terdengar suara MC yang memanggil Toni. Gegap gempita langsung terasa di sekitar panggung saat Toni menaiki panggung, cowok keren nan tampan dan mempesona itu jelas memikat seluruh wanita yang ada disana.
            Toni memberikan sambutan yang didengarkan antusias oleh seluruh penonton yang hadir di situ. Gisel yang baru saja dari toilet kaget saat melihat Toni yang sedang memberikan sambutan. Sejenak Toni menghentikan sambutannya, terlihat memandang Gisel dengan lekat. Gisel menjadi salah tingkah. Namun beberapa detik  kemudian Toni melanjutkan sambutannya hingga disambut oleh tepuk tangan meriah oleh penonton di akhir sambutan. Saat menuruni panggung pun Toni diam-diam masih memandang Gisel. Namun Gisel pura-pura tak melihat hal itu.
            “ Move on dong Ton!” kata seseorang yang berada di balik panggung. Jesika, cewek rese yang memang selalu ingin ikut campur urusan orang lain. Dan mendengar hal itu Toni hanya diam. Tak ada tanggapan apapun.
            “ buat apa sih masih mikirin orang yang jelas-jelas udah gak mikirin kam?Mending mikirin yang realistis aja lah!..” belum sempat Jesica melanjutkan perkataannya yang panjang lebar, Toni sudah menyela.
            “ Apa sih maumu? “ kata Toni dengan suara lantang. Suasana berubah menjadi hening. Jessica bungkam sementara Toni memandang Jessica lebih lekat lagi.
            “ Peace Ton, “ kata Jessica sambil nyengir. Dia menyerah untuk menggoda Toni lagi. Dan lagi setelah itu Toni masih curi-curi pandang ke arah Gisel ( diiringi lagunya kotak “ masih cinta “)
                                                            J J J
            “ Sel, hari ini kita ada pesanan di kantor yang kemarin itu lagi lho.. kamu anter lagi ya, lumayan banyak, jadi ibu minta tolong ke Nita buat nemenin.” Kata ibu yang membuatku bengong. Nita? Alien satu itu emank selalu dianggap dewa penolong yang jatuh dari langit oleh ibuku.
            “ Iya bu. “ jawabku singkat.
            Dan jadilah waktu tidur siangku hilang, digantikan dengan tugas mulia membantu ibuku tersayang, tak apalah.
Di sepanjang jalan ke kantor nan mewah itu Nita membunyikan musik keras yang cetarrrr membahana, ‘inget Nit, ini mobil kecengan kamu’ kata Gisel dalam hati. Eh, tapi ngomong-ngomong tumben kecengan Nita sekarang ini setia ya. Biasanya ketemu malem, paginya dah say good bye.. whatever congrats deh Nit, punya kecengan . #eh..
            Dan di tengah keramaian yang  menyelimuti mobil itu Gisel hanya menatap jalanan yang  penuh dengan kesibukan dengan orang lalu lalang dengan berbagai keperluan. Ia melihat berbagai potret kehidupan yang terekam manis di bingkai sebuah kaca mobil. Kaum elite yang sok sibuk dengan gadget di tangan,  pelajar yang ugal-ugalan naik motor gak pake helm, pedagang kaki lima yang sibuk melayani pembeli, sampai pengemis yang menengadah minta belas kasihan. Ada yang berkaki satu, ada yang buta, ada yang dengan bermodalkan pakaian compang-camping, bahkan ada yang membawa anaknya sebagai obyek belas kasihan. Keberadaan pengemis memang sudah menjadi dilema di kota ini.
            “ Sel, udah sampai nihhhh..” kata Nita mengagetkan Gisel. Dengan sigap Gisel langsung menurunkan ratusan kotak makanan yang ada di dalam mobil. Setelah itu dengan bantuan pak satpam yang baik hati dan tidak sombong Gisel membawa makanan yang lumayan banyak itu. Sesampainya di lantai utama gedung itu Gisel dihadang 2 orang ibu paruh baya, yang nampaknya sih bukan pegawai kantor itu tapi mungkin pegawai kantin atau bahkan OB Gisel tak tahu tapi yang jelas mereka seperti memang memiliki tujuan untuk menemui Gisel yang kelimpungan membawa ratusan kotak makanan.
            “ Maaf mbak, Ini pesanannya pak Danang ya?” kata ibu-ibu tadi. Namun Gisel hanya bengong, kebiasaan buruknya memang jika bertemu dengan orang yang tak ia kenal.
            “ Iya, bu ada apa ya? Pak Danang udah nunggu ya? ”   
            “ Nggak kok mbak, ini kami berdua diutus Pak Danang untuk mengambil makanan ke sini, jadi  biar kami yang bawa aja ya, mbak nya langsung pulang aja, “ kata Ibu tadi dengan meyakinkan. Gisel sedikit bingung sebenarnya, dia tak tahu apa yang harus dia perbuat. Namun Nita membisiki dia dari belakang.
            “ Udah Sel,daripada kita repot-repot sampai atas kan?” kata Nita kegirangan. Namun dalam hati Gisel tak tenang jika belum bertemu Pak Danang untuk memberikan makanan itu secara langsung.
            “ Udah mbak, percaya aja sama kita, kan kita udah sering disuruh begini sama pak Danang.” Kata ibu itu lagi.
            Dan akhirnya dengan berat hati Gisel memberikan nasi kotak itu kepada dua ibu tadi. Walaupun dalam pikirannya berkecamuk berbagai prasangka negatif. Ia berusaha meyakinkan dirinya, seperti jargon di film 3 idiots  All is Well”.
             Namun ternyata tidak demikian, sesampainya di rumah Gisel dimarahin habis-habisan oleh ibunya, bagaimana tidak. Tanpa menghubungi pak Danang atau paling tidak asistennya Gisel memberikan pesanan yang jumlahnya ratusan kepada orang lain. Saat ibu Gisel masih ceramah panjang lebar, tiba-tiba handphone berdering. Beberapa saat kemudian Ibu Gisel terlibat dalam pembicaraan yag serius. Apakah gerangan?
              Sel, ibu mau ke kantor pak Danang sekarang, kamu jaga rumah ya.” Kata ibu Gisel sambil terburu-buru mempersiapkan ini-itu. Gisel hanya bisa tertunduk lesu, dia tahu pasti ada masalah di kantor pak Danang dan berhubungan dengan pesanan makanan tadi. Dia  merasa bersalah. Namun kembali dia mencoba meyakinkan dirinya, “ All is Well”.
                                                            J J J
            Rita (ibu Gisel) memasuki kantor nan megah itu dengan terburu-buru. Dia panik setelah diberitahu oleh asisten pribadi pak Danang kalau ternyata makanannya ada yang basi, namun ia tak merasa memasukkan makanan basi ke dalam pesanan tadi, jangan-jangan itu ulah orang tak bertanggung jawab, pikirnya. Memasuki gedung nan mewah dengan menggunakan pakaian seadanya dan sendal butut yang sudah menemaninya bertahun-tahun berbeda dengan kaum elite yang daritadi mondar mandir dengan pakaian mewah nan seksi.
            Saat memasuki lantai yang dituju, rita langsung buru-buru mencari ruangan pak Danang, perasaannya sungguh tak enak kali ini, jelas lah demikian karena dia sudah mengecewakan pelanggannya, dan baginya hal ini adalah dosa besar baginya. Rita panik luar biasa, orang-orang yang melihatnya pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Dan setelah sekian lama dia mencari-cari ruangan pak Danang, akhirnya ketemu juga.

            Rita mengetuk pintu ruangan pak Danang, berharap ada orang yang dengan segera membukakan pintu, dan beberapa saat kemudian ada seseorang yang membukakan  pintu yang tak lain adalah asisten pribadi pak Danang, Rita sudah mengenalnya, pria tinggi gagah nan tampan itu tetap berbicara dengan sopan dan mempersilakan Rita untuk masuk ke dalam ruangan pak Danang.
             Ruangan yang mewah dengan foto-foto yang dipajang rapi di meja dan dinding ruangan itu. Namun ada yang ganjil dalam foto itu.   Rita mencoba menganalisa lagi, namun kini perhatiaannya tertuju dengan orang yang sedang membelakanginya dan sedang serius menekuni komputer di hadapannya. Rita mencoba meyakinkan diri dan mempersiapkan berbagai jawaban bila pertanyaan dari Pak Danang akan memojokkannya. Dia yakin yang dia lakukan itu benar.
            “ Saya sungguh kecewa dengan makanan pada hari ini.” Kata Pak Danang sambil membalikkan badannya. Rita sangat terkejut, dia membungkam mulut  dengan kedua tangannya, sementara tas yang dia bawa tadi jatuh ke lantai , bukan karena kaget dengan perkataan pak Danang barusan  tapi ada sesuatu yang membuatnya sangat shock.
             Begitu juga dengan Pak Danang, dia sangat terkejut dan tak bisa berkata apapun, mata mereka berdua beradu, Rita ingin melarikan diri saja rasanya, dan tak ingin menghadapi situasi rumit seperti itu.  Danang yang bejat berubah menjadi direktur  utama, Danang yang tak bertanggung jawab berubah menjadi pahlawan di keluarga barunya. Kini semuanya nyata ada di hadapannya, dengan secepat kilat Rita mencoba  melarikan diri dari situasi itu namun dicegah oleh Danang. Rita meronta, dia benar-benar tak ingin berhubungan dengan pria bejat itu lagi.
            Danang menyuruh asistennya keluar dari ruangan itu, dan jadilah kini Rita dan Danang hanya berdua saja di ruangan itu. Lama mereka hanya saling beradu pandang. Dan seketika semua kejadian di 17 tahun lalu berputar riang di kepalanya. Dari segi fisik memang tak banyak yang berubah dari Danang, namun dia memang terlihat lebih segar sekarang. Lebih bahagia mungkin lebih tepatnya, sangat berbeda 180 derajat dengan Rita.
            “ Apa kabar? “ kata Danang membuka pembicaraan. Namun Rita hanya diam dan menunduk, dia sungguh tak ingin membuka lagi lembaran lama nya yang kelam itu. Dia hanya menjawab dengan senyum kecut yang sangat terpaksa.
            “ Gak nyangka kita dipertemukan dengan cara kayak gini.” Kata Danang lagi. Namun lagi-lagi tak ada tanggapan dari Rita.
            “ Jangan sampai Gisel tahu kalau kamu ayahnya. “ Kata Rita dengan mata melotot, emosinya memuncak kali ini. Dan kali ini Danang yang hanya terdiam, dalam lubuk hatinya yang paling dalam dia sebenarnya sangat ingin melihat anaknya itu dan memeluknya erat, namun apa daya Danang sudah punya keluarga baru sekarang.
            Dan karena tak ada tanggapan apapun dari Danang, Rita memilih untuk meninggalkan Danang sendirian di ruangan itu. Di luar ruangan para karyawan kasak kusuk melihat Rita keluar dengan mata sembab, pandangan yang tak mengenakkan. Rita sudah tak peduli dengan apa yang dibicarakan mereka. Dia menuju ke toilet yang terdekat disitu dan menangis sepuasnya disitu. Dia hanya ingin menumpahkan seluruh kesedihan, kehancuran yang dia rasakan kembali hari ini sama rasanya seperti 17 tahun lalu.
            “ Rita..” ada seseorang yang memanggilnya. Rita mencoba mengenali orang itu, namun nihil, dia tak ingat samasekali dengan wanita cantik yang ada di hadapannya.
            “ Aku Stella, teman kerjamu dulu. “
            “ Ya ampun Stel, kamu tambah cantik. “ dan setelah itu, mereka berdua berpelukan melepas rindu.
            “ Kamu kerja disini Stel?”  Rita bertanya pada stella.
            “ Iya Rit, aku dulu juga gak tahu kalau Danang ternyata direktur disini, dan berganti nama jadi Danang.”
            “ O ya? Kebetulan sekali ya?”
            “ Iya rit, oiya kamu kenapa bisa disini? Masih berhubungan dengan Danang?”  kata Stela menusuk hati Rita, dan setelah itu dengan terbata-bata Rita menceritakan kenapa dia bisa berada disitu dan bertemu dengan Danang alias Danang itu, tangisnya pecah di pelukan Stella. Stela sangat tahu masalah Rita di masa lalu. dan selama ini dia memang tak pernah membeberkan masalah itu ke teman-teman kantornya karena ancaman Danang.  Dan kini Rita hanya ingin  Gisel anaknya, tak mengetahui semua tentang ayah kandungnya itu, dia tak ingin Gisel mengenal pria bejat itu. Jangan sampai!!!!
                                                J J J
             “ Gimana Bu?  Pak Danang marah ya?”  Gisel memberondong ibunya dengan banyak pertanyaan, daritadi dia sangat was-was memikirkan apa yang terjadi dengan ibunya tadi.
            “ Mulai sekarang kalau ada pesanan dari Pak Danang atau perusahaan itu apapun bentuknya gak usah diterima aja! Oke?”
            “ Tapi kenapa Bu? Aku butuh penjelasan? Pak Danang udah gak percaya sama kita ya? Atau kenapa? Tapi kita gak salah. Mesti ini ulah dari 2 orang yang tadi pura-pura jadi orang mengantarkan pesanan ittu!”
            “ Udah Sel, gak udah banyak omong. Intinya gak usah berhubungan lagi sama Pak Danang. Inget pesen ibu ya!” Kata-kata ibu membuat Gisel bungkam. Setelah itu Ibu meninggalkan Gisel sendirian dalam kebingungannya, dia masih penasaran dengan alasan kenapa dia harus melakukan seperti yang diperingatkan ibunya tadi. Dia tak terima jika misalnya ibunya dianggap bersalah oleh Pak Danang, ibunya tidak bersalah.
            Dengan semangat 45 seperti yang di gembor-gemborkan para pahlawan bangsa, Gisel bertekad untuk melindungi ibunya dan memperjuangkan keadilan. Secepat kilat dia berganti baju dan menuju ke kantor Pak Danang dengan menggunakan motor butut miliknya.
            “ Sel, mau kemana?” kata Ibunya mencegah anaknya untuk pergi.
            “ Mau ngerjain tugas bu!” jawab Gisel dengan santai, dia tahu ibunya pasti melarang jika dia mengatakan maksudnya yang sebenarnya.
            Tak sampai 15 menit Gisel sudah sampai di depan kantor yang megah itu. Dan bak orang kerasukan arwah gentayangan dia menuju ke ruangan pak Danang. Tanpa permisi dia masuk ke ruangan itu.
            “ Permisi Pak, ada yang ingin saya bicarakan.” Kata Gisel dengan sopan namun menggigit. (?)
            Belum ada jawaban atas permintaan ijin Gisel oleh pak Danang, namun Gisel sudah nyerocos ngomel tiada henti kesana kemari dengan tema besar memperjuangkan keadilan bagi ibunya. Aneh memang namun baginya yang dia lakukan adalah benar. Gaya bahasa yang boleh dibilang tidak sopan dengan perpaduan bahasa dari sabang sampai merauke Gisel benar-benar menggebu-nggebu.
            “ Sekian dan terimakasih!” kata Gisel di akhir orasinya. Pak Danang hanya terdiam dan mengamati Gisel dari ujung kaki sampai ujung  kepala dengan muka lesu.
            “ Saya sudah memaafkan ibu anda Nak.” Jawab Pak Danang dengan sopan. Dan terpancar senyum lebar di bibir Gisel.
            “ O ya? Serius pak? Trimakasih. “ kata Gisel saking girangnya, sampai-sampai dia tak sadar dia memeluk Pak Danang dengan erat. Dan jelas itu membuat pak Danang sangat kaget. Bagaimana tidak, Gisel yang ternyata adalah anaknya kini memeluknya , dia malah diam-diam dia menikmati pelukan itu, pelukan ayah dan anak. Jangan sampai Gisel tahu, katanya dalam hati.
                                               
WOYYYY.. JANGAN LARI!!
            Dengan mata berbinar Gisel pulang ke rumahnya, dia sangat senang karena ibunya sudah dimaafkan pak Danang, itu berarti ada peluang bagi ibunya untuk mendapat ‘pesanan besar’ dari pak Danang, yang secara tidak langsung akan meningkatkan penghasilan ibunya.
            Namun saat sudah sampai di rumah dan menyampaikan kabar bahagia itu pada ibunya, ternyata semuanya tak sesuai seperti yang diinginkan ibunya.
            “ Kamu anak bandel ya. Sudah ibu bilang jangan pernah berhubungan dengan pak Danang lagi!”
            “ Tapi kenapa bu? Pak Danang baik-baik aja kok!, tetep baik.”
            “ Ya.. yaa .. karena ibu tidak suka dengan pelanggan yang suka mengada-ada seperti dia” jawab ibu sekenanya, dengan nada bicara yang terbata –bata.
            Gisel menyerah dan memilih bungkam, dia tak tahu apa yang salah dari yang dia perbuat, tapi dalam hatinya juga dia merasa bersalah, maksud hati pengen jadi pahlawan malah jadi pembawa sial sepertinya.
            “ Yaudah, ibu capek mau tidur dulu. “ kata ibu dengan muka yang masih kusut. Seperti sedang banyak masalah.
            Sesampainya di kamar Rita menangis sejadinya, dia benar-benar merasa ketakutan dengan masa lalunya yang tiba-tiba muncul di depan mata tanpa diundang itu. Agar Gisel tak mengetahui bahwa dia menangis, sengaja dia menyalakan radio keras-keras, saat itu sedang ada acara musik rock di radio, Gisel yang mendengarkan ibunya mendengarkan musik Rock langsung keheranan ‘kesambet apa sih ibu dengerin musik rock?” kata Gisel dalam hati.     
            Pagi harinya muka ibu masih kusut dan tak bersemangat seperti biasanya.
            “ Ibu, selamat pagiiiii…J “ kata Gisel begitu ceria bahkan dengan tampangnya yang suoer alay dijamin bikin ilfil!
            “ iya, selamat pagi, ibu mau ke pasar, itu sarapannya udah ibu siapin di meja.” Jawaban ibu amat dingin dengan mimik muka yang dingin pula. ada apa gerangan? Ibu masih marah ?
            Gisel memilih untuk menghilangkan sikap ‘kepo’ nya yang biasanya akan dia gunakan sebagai senjata pamungkas dalam situasi terjepit seperti ini, namun dia tahu misalnya dia lebih jauh lagi, ibunya akan tersinggung. Akhirnya dengan muka dibuat sesantai mungkin dan mimik muka seceria mungkin Gisel menikmati sarapan yang disiapkan ibunya sambil memandangi  ibunya yang mondar-mandir kayak setrikaan menyiapkan ini-itu.
            “ Dahh ibbu…” kata Gisel saat ibunya hendak berangkat. Namun masih disambut dingin oleh ibunya. Hufh… Gisel menyerah.
            Dengan sisa semangat pagi ini dia berangkat ke sekolah. Pagi ini Gisel ditemani Nita  tumben sekali orang itu mau menjalankan ritual naik bus kota yang sudah lama tak dilakukannya. Dan ritual nggodain mas-mas dan om-om pun tak akan dihapuskan dari kamus besar Nita Fatmala. Lagi-lagi Gisel hanya geleng-geleng kepala, ‘dasar alienku sayang J’ katanya dalam hati.
            Sesampainya di sekolah,Gisel langsung menuju ke kelasnya. Ada satu hal yang membuatnya terkejut, di bangku nya ada setangkai mawar putih berikut secarik kertas berwarna pink. Dia masih ragu-ragu, apakah benar mawar itu untuknya? Pikirnya.
            Pelan-pelan dia membuka kertas itu dan benar memang untuknya.
To : Gisel,
Ketemuan yuk, aku tunggu di warteg pak ahmad jam 5.
                                                                                                         Toni.
 
             
           

           
            Setelah membaca surat kaleng, eh surat cinta , eh, surat apalah itu, pikiran-pikiran sableng  bermunculan di kepala Gisel, ‘ toni mau ngapain ya? Mau nglabrak aku ya? Atau mau ngajakin balapan makan? Atauuuu mau ngajak balikan           ? atau yang lebih wow lagi, ngedate? Hah  ngedate di warteg? Gak ada yang lebih so sweet?’ dasar Gisel pikirannya aneh.
            Gisel belum bisa memastikan apakah dia akan menemui Toni atau tidak, tapi yang jelas teman sekelasnya langsung paduan suara..
            “ ciyeee ciyeee Gisel dapet bunga.. ciye ciyeee” ya seperti itulah garis besar yang mereka katakan. Dan dasar Gisel gak tahu malu, menanggapi hal itu dia Cuma senyum-senyum (bukan senyum tersipu malu, tapi lebih cenderung ke senyum sombong).
            Sepulang sekolah Gisel berniat untuk langsung pulang, dia bertekad bulat untuk tidak menemui Toni, tapi apa daya, saat akan keluar gerbang sekolah, Toni sudah menghadangnya dengan senyum penuh kemenangan. Gisel pura-pura tak melihat dan terus berjalan menuju halte bus terdekat. Toni terus mengejar jadilah adegan kejar mengejar mobil vs jalan kaki, bisa ditebak lah siapa yang menang?
            “ Sel, plisss.. aku Cuma ngajak maen kok J” kata Toni dengan wajah memelas. Dan berkali-kali dia  mengulang kata-kata itu hingga benteng pertahanan Gisel runtuh.
            Jadilah pasangan yang pernah berpacaran kurang lebih satu bulan itu duduk di mobil yang sama lagi ( bukan kursi yang sama). Toni kembali beraksi memperlihatkan sikap cerewetnya untuk meruntuhkan kejutekan Gisel. Namun selama hampir 30 menit mulutnya berbusa, ternyata tak membuahkan hasil, Gisel masih diam menatap lurus ke depan dan dengan jurus andalan nya hanya menjawan “ o ya? Trus? Bisa jadi! O gitu. Nggak “ membuat Toni hampir frustasi, tapi ia tak menyerah. Inget pesan ibu Gisel. Arghhhhhh… Toni pusing jadinya.
                                                J J J
            Semenjak ritual ke warteg yang dilaksanakan kemarin itu Gisel semakin sering dihubungi Toni, dia sebenarnya tak ingin hal itu terjadi, baginya Toni adalah mantan pacar yang hanya dia anggap sebagai teman biasa saja. Namun apa daya sebagai teman pula dia tak ingin dianggap sombong atau terlalu jaga jarak. Namun jika begini rasanya sangat tidak mengenakkan baginya.
            “ Sel, ikut aku yukk.” Kata Toni pada suatu hari yang menyebabkan Gisel kaget. Dan setelah itu dengan paksa Toni menyeret Gisel ke dalam mobil. Ya, kebiasaan lama terulang lagi sok surprise. Dan akhirnya mereka berdua pergi ke suatu tempat yang tak lain adalah tempat yang pernah dikunjungi mereka berdua pada saat Toni menembak Gisel, ‘ngajak nostalgia nih anak.’ Batin Gisel.
            Tak ada yang berubah dari tempat itu, masih remang-remang, masih banyak lukisan unik, masih banyak pasangan yang lagi candle light dinner gitu deh, nah Gisel mau ngapain? Entahlah. Ternyata mereka berdua menuju ke tepian pantai yang semilir atau lebih tepatnya dingin.
            “ Sel, kamu rahu gak sih, aku masih merasa cinta kita tuh konyol” kata Toni membuka pembicaraan.
            “ Konyol gimana?”
            “ kita pacaran emang mulus-mulus aja, tapi kenapa harus putus gara-gara aku sibuk? Kamu pacaran bukan karena kamu kesepian kan?” kali ini perkataan Toni agak menusuk hati Gisel. Dan seketika suasana senyap menyelimuti mereka berdua, tenggelam dalam pikiran masing-masing.
            “ Jawab Sel, aku pengen tahu alasannya apa. “ kata Toni penasaran.
            “ Aku terlalu takut Ton, aku takut di saat kamu sibuk itu cintaku semakin dalam ke kamu, tapi bisa aja kan kamu ninggalin aku gitu aja demi mengejar mimpi-mimpi kamu. Aku gak pengen ngrasain kecewa kayak yang ibuku rasain, aku takut jadi trauma kayak yang ibuku rasain.” Jawab Gisel dengan terbata-bata dan tanpa sadar air matanya jatuh membasahi pipinya, Toni yang melihat hal itu langsung memeluk Gisel dengan penuh kasih, dan mencoba menenangkan Gisel yang menumpahkan seluruh kesedihannya.
            “ Sel, jangan berpikir kayak gitu ya, gak semua cowok kayak gitu. “
            “ Iya Ton, tapi aku takut.” Kata Gisel lagi sambil terisak, namun lama kelamaan dia mulai merasakan sedikit ketenangan  setelah dipeluk Toni.
            “ Kamu mau coba lagi sama aku sel? Kamu bisa tahu gimana cinta yang sebenarnya. “ Kata toni sambil melepaskan pelukan Gisel, secara gak langsung Toni nembak Gisel dong!!! Yyeyeyeyeyeye. Eits tunggu sebentar.. jawaban Gisel adalah..
            “ Aku gak tahu Ton..” (penonton kecewa L )
            Setelah itu Gisel meninggalkan Toni sendirian.
            “ Aku bakal nunggu jawaban kamu Sel.” Toni berteriak…
            Toni lega, paling tidak dia tahu apa alasan Gisel memutuskan hubungan mereka. Ya, dia harus lebih berjuang lagi. Inget pesan ibu Gisel dan ‘aku sayang kamu sel’ kata Toni dalam hati, ya, Toni sangat menyayangi gisel dan dia tak bisa membohongi dirinya tentang hal itu. Sekali lagi  aku sayang kamu Gisel . muah.. J        
            Gisel harus pulang sendirian dan menangis sepanjang jalan, baru kali ini dia bisa mengatakan hal yang menurutnya dari dulu hanya dirinya yang tahu. Alasan kenapa terkadang dia takut untuk memulai kisah percintaan takut merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan  ibunya, namun dia mengakui memang Toni berbeda, tak seperti pria lain yang dia kenal sebelumnya.
            “ Mbak, lagi ada masalah ya? “ kata abang taksi yang mengantarnya pulang.
            “ Nggak papa mas..”
            “ Mbak, saya tahu persis penumpang saya, yang baik-baik aja, yang lagi senang luar biasa, yang lagi galau juga saya tahu mbak. “
            ‘ Ah, sok tahu’. Batin Gisel dalam hati, lagi galau begini masih ada orang yang bikin dia tambah bete.
            Keesokan paginya.
            Gisel masih memikirkan apa yang terjadi tadi malam, sepanjang hari saat sekolah dia masih memikirkan kata-kata Toni  yang terus terngiang-ngiang di telinganya. Nita yang melihat keganjilan dari teman dekatnya itu hanya bisa kepo kepo dan kepo sepanjang hari, tak tenang rasanya jika belum mengetahui berita ter-update dari temannya yang satu ini.
            “Hai Sel, J” Toni menyapa Gisel saat dia ada di kantin sekolah. Senyumnya amat manis dan dari sorot matanya dia sangat berharap Gisel bisa tahu apa yang dia inginkan. Gisel hanya membalas dengan senyum manis pula. Nita yang ada di antara keduanya hanya bisa bengong dan menemukan clue pertama untuk segala hal yang daritadi membuat jiwa ‘kepo’ nya semakin kuat.
            “ heh, lu gila ya Sel senyum-senyum sama tuh anak!kemarin katanya sebel sama dia!plin plan!” Emosi memuncak. Gisel hanya tersenyum nyengir. Dasar sableng..
                                                            J J J
            “ Sel, ibu mau ngomong sesuatu.”
            “ Iya bu, ada apa ya?”
            “ Kamu gak pengen ketemu ayah kamu kan?” .
            “ kenapa ibu tanya kayak gitu?”
            “ Jawab dulu pertanyaan ibu, malah balik tanya.”
            “ Kalo dibilang pengen yang pengen banget bu!, aku pengen bikin dia menderita, biar setimpal sama yang dirasain ibu.” Jawaban Gisel membuat Ibu terkekeh.
            “ Dan ibu gak pengen kamu bikin dosa besar kayak gitu ya, jadi walaupun kamu pengen banget ketemu ayah kamu, ibu gak akan mau mempertemukan kamu sama dia!”
            “ Iya bu, aku ngerti kok. Punya ibu aja udah bikin hidupku terasa lengkap kok J
            Pembicaraan ibu dan anak itu memang membuat suasana malam menjadi lebih romantis, mereka berdua masih melanjutkan obrolan          tentang apapun mereka ingin bicarakan, mengangkat hal yang tabu menjadi layak untuk diperbincangkan!setajam SILET!. Ya namanya juga ibu dan anak yang suka nggosip, fokus pembicaraan bisa kemana-mana.
            Siang itu  warung ibu Gisel memang sedang sepi. Mau tak mau memang Rita harus menanggung resiko dari kabar burung yang beredar beberapa hari yang lalu kalau makanan Rita basi dan itu tentunya secara tidak langsung berdampak buruk bagi bisnis warung makan yang digeluti ibu Gisel. Namun mereka yakin mereka tak bersalah, jadi rejeki itu pasti tak akan lari kemana.
            Saat sedang asyik ngobrol, tiba-tiba ibu Gisel batuk luar biasa,
            “ Ibu, aku ambilin air putih ya J” kata Gisel yang sangat panik
            “ Iya, “ ibu menjawab singkat.
            Dengan tergopoh-gopoh Gisel menuju ke dapur mangambil air minum. Namun sekembalinya dari dapur dia sangat terkejut. Ibunya sudah terkulai lemas di lantai ruang tamu. Gisel sangat bingung, dia menangis sejadinya. Tuhan mengapa kau memberikan cobaan yang bertubi-tubi??
                                                            J J J
TERNYATA ADA BANYAK RAHASIA.
            Sudah 5 jam Gisel menunggu ibunya di rumah sakit. Namun ibunya belum siuman juga. Dengan penuh harap Gisel terus duduk di samping ranjang ibunya. Nita yang tadi menolong Gisel membawa Ibunya ke rumah sakit juga tak kalah cemas, dia daritadi komat kamit baca mantra sambil mondar-mandir kayak setrikaan.
            1 jam berlalu, ibunya tak sadarkan diri juga, dokter hanya meminta Gisel untuk menunggu sampai ibunya siuman, namun kali ini dia sudah tak sabar. Dia segera menuju ke ruangan dokter yang menangani ibunya.      
            “ permisi dok.”
            “Iya silahkan masuk.”
            “ Dok, kenapa ibu saya belum siuman?” kata Gisel dengan nada meninggi.
            “ Anda putrinya ?” Gisel hanya mengangguk.
            “ Anda harus sabar ya, kami sedang ada pemeriksaan lebih lanjut.”
            “Lhoh, memangnya ibu saya sakit apa dok?”
            “Anda belum tahu?”
            Kata-kata yang baru saja diucapkan dokter membuat Gisel penasaran, dia memaksa dokter untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada ibunya. Namun dokter sendiri tak mengetahui penyakit apa yang diderita oleh ibunya.  Selama setahun terakhir ibu Gisel memang menderita suatu penyakit yang aneh dan belum pernah ditemukan sebelumnya.
            Mendengar hal itu Gisel sangat terkejut dan tidak menyangka ibunya tak mau bercerita padanya tentang penyakit yang dia derita, bahkan dokter tidak yakin akan bisa menyelamatkan ibunya, hal ini tentunya membuat Gisel sangat panik dan tak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Dia berjalan dengan lunglai menuju ke kamar tempat ibunya dirawat. Pikirannya sangat buntu sekarang.
            “ Sel, ibumu dan siuman.” Nita menyambut Gisel di depan pintu. Dan benar saja saat Gisel masuk ibunya sudah siuman namun masih terlihat sangat pucat dan bahkan untuk berbicara saja sangat berat nampaknya. Gisel memeluk ibunya sambil menangis, dia sangat sedih dan tak berdaya sekarang, ibunya yang menjadi semangat dalam hidupnya, yang selalu menguatkan dia saat sedang rapuh, menjadi sahabat terbaik dalam suka dan duka sekarang ini harus terbaring lemah tak berdaya.
            Rita yang mengetahui anaknya sedang sedih tak bisa berbuat banyak, tubuhnya sangat lemah dan dia tak bisa berbicara dengan lancar. Hanya belaian lembut tangannya saja yang mungkin bisa menenangkan anak semata wayangnya itu. Tetap kuat Gisel J
                                                            J J J
            Sudah tiga hari Gisel tak masuk sekolah karena menunggu ibunya di rumah sakit, karena tak ada lagi yang bisa dia harapkan agar bisa menjaga ibunya di rumah sakit selain hanya dirinya seorang. Selain menjaga ibunya, Gisel juga harus berjuang mencari uang untuk biaya pengobatan ibunya, yang dia inginkan sekarang hanyalah agar ibunya bisa sembuh dan kembali seperti sedia kala.
            Dan hari ini Gisel memang sengaja pulang ke rumah untuk berjualan di warung ibunya, dia memang tak bisa memasak selezat ibunya namun dia berusaha sebisa mungkin tetap melanjutkan usaha ibunya. Namun dia tak mungkin seharian menunggu warungnya agar ada pelanggan-pelanggan yang bersedia membelinya. Dia pun berpikiran untuk meminta tolong Nita agar mau menunggu warungnya sepulang sekolah nanti.  Dari pagi tadi yang datang hanya sekitar 5 orang saja. Tapi saat mendekati jam  makan siang ada seseorang datang, tak asing baginya.
            “ boleh saya beli semua makanan yang ada disini?” ternyata Toni.
            “ Buat apa? Buat makan anjing?” jawab Gisel sambil terkekeh.
            “ Sel, aku tahu kok kesulitan yang kamu alami.” Toni berkata serius sambil memegang tangan Gisel. Sesaat suasana berubah jadi sunyi senyap dan terkesan kaku. Toni memberikan sejumlah uang pada Gisel, Ya sebagai tanda simpatinya pada Gisel.
            “ Tapi Ton, ini bukan uangmu dan ini juga bukan hak ku. “
            “ Aku udah cerita sama papa ku dan dia malah dia yang menyuruhkku memberikan uang ini Sel. “
            “ Tapi.. Ton..”
            “ Udah Sel, terima aja. Oke? Kesembuhan ibumu lebih penting sekarang”
            “ Tonn.. “ Gisel hampir menyerah dalam berkata-kata, dia terduduk lemas di kursi ruang tamu. Mengingat penderitaan ibunya dan penderitaannya berjuang sendiri untuk kesembuhan ibunya rasanya sangat berat. Di saat-saat seperti ini Gisel sangat menginginkan sosok ayah dalam hidupnya.
            “ Sel, yang sabar ya…J” kata Toni sambil memeluk Gisel. Setidaknya dia ada orang yang memperhatikannya sekarang. Tapi tiba-tiba Gisel teringat sesuatu.
            “ eh, Ton kamu kayak gini biar aku mau balikan sama kamu ya…!”
            “ Gak lah.. kamu gak nerima aku juga aku bakal kayak gini kok!” kata Toni dengan nada mengejek. Gisel terdiam, tak tahu apa yang harus dia katakan. Yang jelas sekarang ini hatinya sedang kacau. Dengan penuh kasih sayang, Toni memeluk Gisel dan mencoba menenangkan Gisel yang sedang terpuruk.
            Beberapa saat kemudian mereka berdua sudah bisa mencairkan suasana, mereka menuju ke rumah sakit, Gisel yang tadinya kusut semrawut sudah berubah menjadi bersih bersinar (sunlight!).
            Saat menyusuri lorong rumah sakit Gisel berpapasan dengan Pak Danang
            “Lho pak.. sedang apa disini?”
            “ Oo.. saya check up ke dokter langganan. Kamu?” Kata Pak Danang yang nampak masih terkejut bertemu dengan Gisel.
            “ Saya.. saya.. “ Gisel gugup, dia tak mau pak Danang tahu kalau ibunya sakit, jangan-jangan nanti kalau pak Danang tahu, dia akan langsung menjenguk ibu Gisel, padahal ibu Gisel sudah tak ingin berhubungan dengan pak Danang  pikirnya.
            “ Saya mau jenguk kerabat pak.” Gisel melanjutkan dengan gugup pula.
            Toni yang tak tahu apa-apa dengan mereka berdua hanya bisa senyum-senyum penasaran dan pasang muka sok tahu gitu deh. Gisel pun cepat-cepat memohon diri pada Pak Danang agar tak ada pembicaraan lebih lanjut. Saat sampai di kamar ibunya Gisel sangat terkejut karena ibunya sudah tak terbaring lemah seperti kemarin.
            Pak Danang tak langsung pulang tapi dia penasaran dengan tingkah Gisel tadi, tanpa sepengetahuan Gisel Pak Danang mengikuti Gisel sampai ke kamar yang ia tuju. Dan tentu saja dia sangat terkejut melihat wanita yang ada di hadapannya. ‘sakit apa gerangan Rita?’ kata Danang dalam hati, rasa penasaran menghinggapi Danang. Dia mencoba mencari tahu pada orang yang ada di sekitarnya barangkali ada yang tahu.
             Sus, pasien yang di ruang melati itu sakit apa ya?”
            “ Wah, saya kurang tahu pak. Tapi sampai sekarang dokter belum bisa mengetahui apa penyakitnya. Bapak siapa ya?” Danang diam sejenak, mencerna perkataan suster yang dia tanya tadi sambil berjalan meninggalkan suster tadi.
Rita sakit apa?
            Sementara itu di kamar melati, Gisel.Toni, dan Rita sedang bercengkrama, ibu Gisel ngotot ingin keluar dari rumah sakit. Dia merasa badannya sudah kembali sehat.
            “ Sel, ibu pengen pulang. Bosan lama-lama disini, lagian kan biaya disini mahal.”
            “ Ibu tenang aja, masalah biaya Gisel udah mikirin kok, ibu tuh masih pucet. Masih lemes gitu!“
            “Iya Sel, tapi ibu udah gak betah di rumah sakit.”
            Akhirnya melalui diskusi dengan dokter ibu Gisel diijinkan untuk pulang dengan konsekuensi harus kontrol tiap seminggu sekali. Gisel sangat berat sebenarnya melepas ibunya pulang, dia masih merasa bahwa ibunya belum sembuh. Dengan berat hati dia menuju ke bagian administrasi rumah sakit untuk membereskan soal keuangan. Namun saat dia menuju kesana ternyata sudah ada yang membereskan keuangan ibu Gisel namun orang itu enggan menuliskan namanya. Siapakah gerangan malaikat misterius itu? Entahlah, antara bersyukur dan bertanya-tanya.
                                                J J J
            Sudah tiga hari ibu Gisel pulang dari rumah sakit, namun keadaannya tak kunjung membaik. Ibu Gisel hanya terbaring lemah tak berdaya di tempat tidur. Setiap Gisel menawarkan pada ibunya untuk ke rumah sakit, dia selalu menolak dengan berbagai alasan. Namun Gisel tak bisa tenang tentunya, walaupun kini dia sudah bisa berangkat sekolah dia tak bisa tenang memikirkan keadaan ibunya yang dia tinggal di rumah sendirian.
            Saat jam pulang sekolah Gisel kaget karena di depan pintu gerbang sekolahnya ada mobil yang tak asing baginya, mobil pak Danang. Ada angin apa dia kesini, Gisel bertanya-tanya. Pak Danang menghampiri Gisel. Dengan masih mengenakan pakaian kantor lengkap dengan koper kecil di tangannya, entah mengapa penampilan pak Danang membuat Gisel kagum, ‘seandainya aku punya ayah seperti dia’ katanya dalam hati.
            “ Ada perlu  apa pak?” Gisel bertanya dengan nada ramah namun terkesan polos.
            “ Emmm.. boleh saya ketemu kamu sebentar?”
            “ Wah,buat apa ya pak? Saya buru-buru mau pulang. “
            “ Cuma sebentar kok 5 menit aja.” Pak Danang masih membujuk. Akhirnya Gisel menyerah dan memilih untuk ngobrol sebentar dengan pak Danang. Sebenarnya yang ada di benak Gisel hanyalah kekhawatiran tentang ibunya. Apakah ibunya baik-baik saja atau tidak.
            “ Ibumu sudah pulang dari rumah sakit?”
            “ Sudah pak, sekarang dirawat di rumah. Kok bapak tahu?”
            “ Kamu tak perlu tahu saya tahu darimana. Sekarang bagaimana keadaannya? ” Gisel mulai tak nyaman dengan pertanyaan pak Danang. Mengapa dia bertanya seperti itu.  
            “ Baik pak, “
            “ Saya ingin menitipkan benda ini padanya, tapi jangan beritahu kalau ini dari saya.” Kata Pak Danang sambil memberikan sebuah kotak yang isinya masih dirahasiakan. Gisel menerima dengan senang namun bingung, sebenernya apa maksud pak Danang.
            “ Makasih banyak Pak, “ setelah Gisel berkata demikian, tiba-tiba Pak Danang memeluk Gisel, sangat erat, padahal di sekitarnya banyak orang lalu lalang dengan kesibukan masing-masing. Gisel sangat malu, namun entah mengapa Gisel merasa nyaman ada di pelukan Pak Danang.
            ‘akhirnya aku bisa memeluk kamu anakku, maafkan ayah nakk… karena sudah menelantarkan kamu, ayah sungguh menyesal nak. Ayah berjanji akan membahagiakan kamu dan ibumu’ kata Pak Danang dalam hati, tanpa terasa air mata jatuh membasahi pipinya, dia amat  menyesal dengan perbuatannya di masa lalu.
            “ Pak, .. Pak Danang,”kata Gisel sambil berusaha untuk melepaskan pelukan Pak Danang yang sangat erat.
            “ Oh, maaf saya refleks.”
            “ refleks?”Gisel heran ada apa gerangan ini?
            Pak Danang malah mengalihkan pembicaraan karena malu dengan perbuatannya yang baru saja dia lakukan, dia berharap semoga saja Gisel tidak curiga. Pak Danang sudah lama ingin memeluk Gisel, darah dagingnya sendiri. Gisel memilih untuk pulang sendiri tanpa diantar Pak Danang, dia tak ingin ibunya tahu kalau dia masih berhubungan dengan Pak Danang. Pasti ibunya akan marah besar seperti waktu itu.
             Di perjalanan pulanh Gisel malah bertemu dengan Jessica.
            “ Ya ampun habis putus dari Toni langsung pindah ke om-om..” kata Jessica sambil berlalu dengan mengendarai mobil mewah miliknya bersama dengan geng hebohnya. Emosi Gisel  memuncak, namun apa daya, Jessica langsung meninggalkan dirinya dan tak mungkin dia mengejar Jessica. Dengan berat hati Gisel hanya bisa mengumpat tanpa memperhatikan Jessica yang sudah berlalu.
            Sesampainya di rumah, Gisel sangat terkejut karena banyak orang berkumpul di rumahnya, dengan secepat kilat dia masuk ke rumah dan sangat terkejut karena ibunya sudah terkulai lemas di lantai. Gisel ingin segera membawa ibunya ke rumah sakit agar mendapatkan pertolongan secepatnya, namun ibunya menolak dengan berbagai alasan. Orang-orang yang ada di sekitarnya pun ikutan jengkel karena ibu Gisel tak  ngotot tak mau dibawa ke rumah sakit. Bukannya membantu meyakinkan ibu Gisel agar mau dibawa ke rumah sakit, namun para warga malah kasak kusuk tak tahu apa yang mereka bicarakan.
            Akhirnya Gisel tetap ingin membawa Gisel ke rumah sakit. Dengan menggunakan mobil tetangganya yang baik hati. Di perjalanan Gisel hanya bisa komat kamit berdoa sambil terus meyakinkan ibunya agar kuat, ibunya terus merintih kesakitan dan hidungnya terus mengeluarkan darah. Gisel tak tahan melihat penderitaan ibunya, dia menangis sambil memeluk erat ibunya. Cobaan apalagi yang menimpa Gisel kini? ‘Tuhan Kuatkan aku’ kata Gisel dalam hati.
            Hampir sampai di rumah sakit namun ibu Gisel tak kuat menahan rasa sakit, dia tak sadarkan diri, Gisel yang mengetahui hal itu langsung berteriak. Dia bahkan berfikir kalau ibunya sudah tiada. Saat para suster membantu ibu Gisel untuk turun dari mobil Gisel sudah kepalang panik dan terus berteriak, berharap ibunya bisa mendengarnya dan bangun. Namun apa daya Gisel harus bersabar karena kini ibunya harus menjalani pemeriksaan di ruang UGD.
             Mata Gisel berkunang-kunang, yang dia lihat di hadapannya perlahan meredup, semakin buram dan lama-lama tak jelas apa yang dia lihat. Dan kini dia tak tahu apa yang terjadi pada dirinya.
            Gisel pingsan dan dibawa ke sebuah ruangan di rumah sakit tersebut. Selama 1 jam para suster mencoba untuk   menenangkan Gisel namun tak ada hasil. Mungkin Gisel shock berat melihat keadaan ibunya. Diam-diam ada seseorang menyelinap masuk ke ruangan Gisel. Toni, orang yang saat ini menjadi orang terdekat Gisel. Dia sangat sedih karena Gisel tak kunjung sadarkan diri. Namun dengan sabar dia menunggu Gisel hingga saat itu ada dua orang yang sudah berusia senja nampak tergopoh-gopoh mendekati Gisel. Toni yang tak tahu asal usul orang itu hanya bisa diam dan menyapa seperlunya
            “ Anda ini pacarnya cucu saya ya?”
            “ Bukan Bu, saya temannya. Anda?....”
            “ Perkenalkan. Saya Nenek anak ini” kata nenek tadi sambil menunjuk Gisel.
            “ Emmm.. Gisel..?” kata Toni meyakinkan.
            “ Iya, Anak ini. “ kata nenek tadi sambil mengangguk.
            ” Ibunya dimana mas?” kata nenek tadi. Toni tak tega meninggalkan Gisel sendirian namun dengan karena dia tahu ini lebih mendesak akhirnya Toni mengantarkan Nenek dan kakek tadi ke ruangan ibu Gisel. Sepeninggal kakek dan nenek tadi, Gisel sadarkan diri. Dia tak tahu apa yang terjadi padanya tadi, tapi hanya satu yang ada di pikirannya. Ibu !.
J J J
            Rita masih koma dan tak tahu kapan akan sadarkan diri. Dokter yang menanganinya semakin bertambah bingung dengan keadaan ibu Gisel tersebut, sampai sekarang jenis penyakit Rita belum bisa ditemukan, apalagi obatnya, tentu saja semakin sulit bagi dokter. Namun diramalkan kalau Rita terkena serangan virus mematikan.
            Gisel hanya memandang ibunya dari sebuah kaca di ruangan itu. Dengan harapan besar semoga saja ibunya bisa melihat dan tersenyum padanya. Namun kini ada seorang nenek tak dikenal tiba-tiba menghampirinya, memperhatikannya dari ujung kaki sampai ujung kepala membuat Gisel sangat risih. Belum selesai rasa illfeel nya nenek tadi malah memeluk Gisel sambil menangis. ‘aduh ini nenek gila ya!’ batin Gisel. Namun Toni malah tersenyum melihat Gisel, aneh.
            “ Ini nenekmu Nak…” kata nenek tadi dramatis. Gisel masih tak percaya, bahkan jahatnya dia masih berpikir bahwa nenek ini GILA!.
            “ Ini kakekmu . Gi.. Gisell.” Ada satu orang lagi yang membuat Gisel makin pusing. Kakek yang boleh dibilang masih kayak bapak-bapak menggunakan kacamata hitam dan memegang tongkat di tangan kanannya. Jelas ini membuat Gisel makin bertanya-tanya. Siapakah orang-orang ini ? oh GOD.. L
            Namun saat sedang dibuat bingung dengan dua orang ‘aneh’ itu tiba-tiba Gisel melihat dokter keluar dari ruangan dengan muka tegang. Dokter tersebut memberi kode pada Gisel untuk menuju ke ruangannya. Orang tua yang Gisel anggap ‘aneh’ tadi ngotot ingin ikut masuk ke ruangan dokter namun dicegah oleh suster yang mendampingi dokter tadi.
            “ Gisel, kamu harus bersabar. Penyakit ibumu belum bisa ditemukan, kami sedang berusaha untuk menemukan dengan berbagai penelitian. Namun dugaan sementara ibumu diserang virus mematikan, dan jika tak segera diobati, virus itu akan menjalar ke seluruh organ di tubuhnya.  “ mendengar perkataan dokter barusan bagaikan disambar petir di siang bolong. Gisel terkulai lemas.
            “ Dok, tolong dok .. gimanapun caranya sembuhkan ibu saya!” kata Gisel memohon sambil bersujud di kaki dokter, dia sangat ingin ibunya sembuh seperti sedia kala. Namun dokter tadi tak bisa berkata apa-apa. Pasrah.
            Saat keluar dari ruangan Gisel nampak Kusut dan sangat tak bersemangat. Toni yang dari tadi harap-harap cemas berusaha untuk menenangkan Gisel yang terkulai lemas. Nenek-kakek ‘aneh’ itupun ikut-ikutan rempong dan membuat Gisel makin jengkel nampaknya. Dan akhirnya  Gisel dan Toni memilih pergi dari nenek dan kakek tadi, Gisel risih.
            “ Sel, itu tadi beneran kakek-nenek mu !” kata Toni memberitahu Gisel.
            “ Iya, mereka juga bilang gitu, tapi apa buktinya?”
            Setelah itu Toni menghampiri kakek-nenek tadi dengan harapan mereka bisa menjelaskan pada Gisel.
            “ Kalau kalian memang kakek-nenek ku. Apa buktinya?” kata Gisel menantang, tak terlihat sopan santunnya sama sekali. Sang nenek yang merasa ditantang langsung mengambil sebuah foto. Di dalam foto itu Gisel bisa melihat saat ibunya masih muda yang bersama dengan kakek dan nenek tadi.
            “ Kami memang belum pernah bertemu kamu nak, semenjak ibumu pergi dari rumah kami terus mencari dimana Rita berada. Dan selama 17 tahun kami mencari, akhirnya kami menemukan Rita disini. Dan bertemu dengan kamu. Kami sangat merindukan Rita.”
            Mendengar perkataan sang nenek tadi Gisel luluh. Dia tak menyangka sekarang bisa bertemu dengan anggota keluarganya, selama ini dia merasa ibunya adalah satu-satunya anggota keluarga yang dia miliki. Tanpa terasa air mata Gisel tumpah sambil memeluk neneknya, sang nenek pun demikian. Pertemuan yang mengharukan.
                                                            J J J
AYAHKU, OH AYAHKU MENGAPA KAU MENINGGALKAN AKU?
            Dengan adanya nenek dan kakek, Gisel kini bisa pergi ke sekolah, walaupun  sebenarnya Gisel masih terus memikirkan ibunya yang masih belum sadarkan diri.  Setelah pulang sekolah dia langsung bergegas menuju ke rumah sakit untuk menengok ibunya, tapi hasilnya nihil. Ibunya masih memejamkan mata dengan puluhan selang yang melilit tubuhnya.
            Nenek dan kakeknya juga setia  menemani ibu Gisel. Harapan mereka hanya satu, ibunya bisa sembuh seperti sedia kala. Segala usaha telah dokter lakukan namun tak ada perkembangan. Dokter berkata hanya mukjizat lah yang bisa menyembuhkan ibu Gisel. Lagi-lagi pasrah!.
            Gisel mondar -mandir di lorong rumah sakit, sementara neneknya komat-kamit berdoa sambil memejamkan mata. Kakeknya sok sibuk dengan ponselnya, maklum kakek gaul. Namun tentu saja mereka semua tak mungkin betah dengan rutinitas seperti itu, akhirnya sang nenek yang sudah lelah berdoa memilih untuk mencari angin segar. Dia berjalan-jalan ke sekitar rumah sakit sambil melihat berbagai kesibukan yang ada.
            Sebagai seorang nenek yang berumur 75 tahun, dia masih tergolong sehat, ingatannya masih bagus dan dia tak mengidap penyakit apapun. Dan dia sangat prihatin dengan orang-orang yang lalu lalang di lorong rumah sakit itu. Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat orang-orang dengan macam-macam penyakit di dalamnya.
             Saat sedang asik memperhatikan orang-orang di sekitarnya, perhatian nenek terusik dengan sosok laki-laki yang berjalan ke arahnya. Dia membawa sekeranjang buah-buahan segar. Laki-laki tadi terus berjalan sambil sibuk dengan ponselnya, hingga tentu saja sang nenek luput dari perhatiannya.
            “ Danang?” kata sang nenek sambil menghentikan langkah pria tadi.
            “ Anda, siapa ya?” kata Danang sambil mengingat-ingat siapa kah nenek itu.
            “ Saya, ibunya Rita. Mantan calon ibu mertua kamu!!!!” kata sang nenek jengkel. Danang hanya bisa terdiam, di hadapannya kini adalah orang yang tahu benar tentang masa lalunya. Danang tertunduk.
            “ OO ibunya Rita,  ya ya .. saya ingat bu, apa kabar bu?” Danang mencoba bertanya seramah mungkin.
            “ Baik.” Jawab sang nenek judes. Setelah itu Danang benar-benar tak berani bertanya apapun.
            “ Kemana aja kamu selama ini? Melarikan diri dari Rita dan bersenang-senang di atas penderitaannya….” Masih banyak lagi sumpah serapah nenek yang ditujukan pada Danang .
            “ Jangan sampai Gisel tahu kalau kamu ayahnya!”
            Danang tak bisa berkata apa-apa lagi. Sebenarnya dia sangat ingin menebus semua kesalahannya pada Rita dan Gisel. Dia merasa sangat bersalah. Sementara  itu nenek sangat muak melihat Danang, dengan muka yang masih tampak garang dia meninggalkan Danang.
            Sementara itu Danang diam-diam mengikuti sang nenek yang akan menuju ke kamar Rita, terlihat sang nenek bisik-bisik pada kakek, entah apa yang mereka bicarakan. Danang mengira pasti sang nenek membicarakan hal yang baru saja dia alami, bertemu dengan Danang. Jadilah kakek-nenek gaul itu nggosip sementara Gisel masih terlihat lesu di kursi tunggu dekat ruangan ibunya. Danang iba, ingin sekali dia menenangkan dan menemani Gisel di sana.
            “ Pak… ngapain disini?” ada suara yang mengagetkan pak Danang, padahal Pak Danang sedang jadi ‘detektif amatir’ disana.
            “ Ooo.. emmm.. anuu… mau nengokin teman kantor ..biasa..” Pak Danang sangat gugup dan menjawab sekenanya, ternyata orang tadi adalah Toni.
            “ nengokin temen kantor? Kamarnya deket sini ya pak? kebetulan banget saya mau nengokin ibunya Gisel. “
            “ Ohhh.. nggak.. jauh banget dari sini,. Jauhhh banget..”
            “ OOhhhh.. gitu ya pak.. hehe” kata Toni yang masih kebingungan. Ganjil.
            Pak Danang buru-buru pergi melarikan diri dari keadaan terjepit yang dia rasakan sekarang. Mengapa hidupnya begitu kacau dan rumit sekarang?
                                                            J J J
            Toni masih penasaran dengan tingkah Pak Danang yang ganjil dan terkesan ada yang disembunyikan, dia menunda keinginannya untuk menengok ibu Gisel dan mengikuti pak Danang. Benar saja tebakannya, Pak Danang bukannya menengok temannya tapi hanya bersembunyi di dekat toilet. Pak Danang duduk merenung dan seperti sedang memikirkan sesuatu.           Toni semakin penasaran. Akhir-akhir ini dia merasa ada yang aneh dengan tingkah Pak Danang.
            Karena penasaran dia memutuskan untuk mengikuti pak Danang. Menyusuri lorong-lorong rumah sakit dan sekali-kali dia bersembunyi di balik tiang, dia bersyukur dia tak termasuk golongan manusia big size.hahaa.
            Pak Danang memang tampak murung dan kurang bersemangat, sepertinya ada suatu hal yang mengganggu pikirannya. Pak Danang menuju ke bagian administrasi rumah sakit dan terlihat berbincang serius dengan petugas yang ada disana. Posisi Toni saat ini sangat tidak memungkinkan untuk bisa mendengarkan pembicaraan Pak Danang dan petugas administrasi rumah sakit itu. Namun dasar Toni banyak akal, dia menyelinap di kursi sofa yang ada dekat dengan tempat perbincangan itu. Dengan posisi jongkok yang sangat kocak Toni mencoba untuk mendengarkan apa yang sedang diperbincangkan Pak Danang.
            “ Saya mau istri saya cepat sembuh mbak, berapapun akan saya bayar agar istri saya cepat sembuh.” Kata Pak Danang dengan nada memohon.
            Petugas administrasi hanya terdiam, dia tak tahu harus berkata apa, karena diapun bukan dokter yang menangani pasien secara langsung. Namun selang beberapa menit kemudian Pak Danang menuju ke loket pembayaran rumah sakit untuk menyelesaikan administrasi.
            Toni yang daritadi jadi penguntit, malah ketiban sial, saat sedang ingin berdiri dan keluar dari tempat persembunyiaannya malah ada satpam galak yang memergokinya. Dasar apes!
            “ Sedang apa kamu disini?” kata satpam yang tebal kumisnya menandingi kumis pak Raden.
            “ Sa.. saya.. mau bersihin sofa pakk, maklum kan kotor, tadi ada tai kucing pak disini. Mau liat?” kata Toni asal, dia tak tahu lagi mau menjawab apa, namun reaksi pak satpam yang langsung tutup hidung membuat Toni merasa kalau ini adalah kesempatannya untuk kabur, melarikan diri dari introgasi yang mengancam keselamatan harga dirinya. Toni langsung lari kalang kabut sementara pak satpam masih sibuk mencari tai kucing seperti yang dikatakan Toni tadi, ‘dasar Pak Satpam Tolol’ kata Toni dalam hati.
            Selanjutnya, kembali ke misi awal, tanpa sepengetahuan Pak Danang, Toni kembali menjadi penguntit. Pak Danang masih menunggu antrian di loket pembayaran rumah sakit. Berdasarkan introgasi tadi tentunya dapat disimpulkan kalau Istri Pak Danang sakit, bahkan boleh dibilang parah, tapi yang membuat Toni masih bingung adalah, saat Toni bertanya tadi, pak Danang mengatakan kalau dia ke rumah sakit karena ingin menengok teman kantor.  Lagi-lagi ada yang ganjil.
            Misi masih berlanjut…. Kini Toni sedang dalam perjalanan mengikuti Pak Danang, yang sepertinya menuju ke rumahnya. Tak begitu masalah bagi Toni jika hanya mengekor mobil Pak Danang, dia hanya berharap semoga tak ada lampu merah yang membuatnya kehilangan jejak.
            Semakin lama, Pak Danang menuju ke tempat yang dia kenal. Toni nampaknya tak asing dengan tempat yang dia tuju. Komplek perumahan mewah dengan pepohonan yang membuat jalanan nampak teduh. Toni berusaha mengingat rumah tempat apakah ini sehingga dia tak asing dengan tempat itu.
            Pak Danang berhenti di sebuah rumah mewah dengan pagar berwarna Keemasan yang lumayan tinggi. Toni masih amnesia, benar-benar tak ingat dengan tempat itu, semuanya sangat tak asing baginya. Dengan sambil terus mengamati aktifiitas Pak Danang, Toni seperti orang gila mengingat-ingat terus rumah siapakah itu.
            Dia mengingat satu nama, Sinta, ya Sinta. Mantan pacarnya, Toni pernah berpacaran dengan Sinta saat duduk di bangku SMA, waktu Sinta pernah menunjukkan rumah itu dan mengatakan kalau itu adalah rumah ibunya, yang tak mau mengakui dirinya. Sinta yang waktu itu tinggal bersama neneknya hanya bisa memandangi ibunya yang telah memiliki keluarga baru dari kejauhan.
               Toni masih terus memperhatikan rumah mewah dan berharap ada titik terang dari segala rasa penasaran yang hinggap di pikirannya. Beberapa saat kemudian seorang wanita muda keluar dari rumah tersebut, grande dan sangat cantik. Toni jelas sudah bisa memastikan siapakah wanita itu. Ibu Sinta. Lalu kini yang masih jadi pertanyaannya, ada hubungan apa antara wanita itu dengan pak Danang?. Toni tak bisa tinggal diam, dia berkomitmen harus bisa menyelesaikan misi ini. Dia berusaha mencari informasi, saat itu ada seorang ibu paruh baya yang lewat di dekat mobilnya, nampaknya ia adalah pembantu dari salah satu rumah yang ada disitu.
            “ Ibu, permisi saya mau tanya. Rumah Pak Danang yang mana ya?”
            “ Coba Tebak..” ibu tadi malah mengajak Toni bercanda.
            “ Lho ibu, saya ini serius. “ Toni sedikit naik darah
            “ Iya iya mas, maaf. Rumah Pak Danang ya yang ada di depan mas itu. Perkenalkan, Saya pembantunya.” Si pembantu malah narsis.
            “ Oiya bu, kebetulan sekali. Yang baru keluar dari rumah  itu siapa ya?”
            “ Oh, Itu yang cantik dan seksi kayak artis hollywood itu to mas? Itu istrinya Pak Danang mas. Dia itu perfect banget mas udah cantik, baik, ramah,……” si Pembantu masih nyerocos panjang lebar membanggakan majikannya itu. Namun Toni kembali berfikir, dia flashback sebentar ke belakang, saat pembicaraan Pak Danang dengan petugas administrasi tadi Pak Danang mengatakan kalau istrinya sakit.
            “ Ibu, Istri Pak Danang sehat kan?” Toni asal ceplos
            “ Ngapain mas tanya-tanya kayak gitu? Ya jelas sehat lah, istrinya kan Dokter. Dia itu…”
            “ Iya, iya bu.. saya tahu saya tahu.” Kata Toni menghindari sang pembantu yang pasti akan membanggakan majikannya itu lagi.
            “ Emmm.. Pak Danang Cuma punya satu istri kan?” Toni bertanya lagi, kali ini lebih ngawur lagi.
            “ Ya ampun mas ini, ya Cuma satu dong mas, dia kan setia sama istrinya itu, tapi mas, waktu itu ada temennya pak Danang mengira saya itu istrinya. ” Lagi-lagi sang pembantu makin sableng. Toni makin illfeel, amit-amit dah punya pembantu begini.
            “Mas, ngapain tanya-tanya kayak gitu sih? Kalau mau bertamu mbog yang baik-baik, saya curiga lho mas..”
            “ ooo… gak usah khawatir bu, saya gak macem-macem kok, Cuma pengen tahu aja kok, saya kan penggemar beratnya Pak Danang. dia kan pengusaha sukses, punya keluarga yang harmonis, baik hati dan tidak sombong pula.” kata Toni mencoba menutupi maksud kedatangannya. Dia hanya berharap dengan alasannya yang ngawur itu pembantu genit itu bisa langsung percaya.
              O ya ampun mas..berarti mas bisa bergabung di kelompok saya donk, Danang fans club, udah banyak lho mas membernya! “ Toni makin heran dan memilih untuk kabur dari pembantu gila itu, dia bersyukur walaupun dia tak se kaya Pak Danang, tapi pembantunya masih tergolong alim ulama dan masih waras.
            Walaupun masih banyak pertanyaan dan rasa penasaran yang bekeliaran di kepalanya, paling tidak sudah ada beberapa informasi yang bisa ia dapatkan. Memang tak sopan rasanya mencampuri urusan orang lain seperti itu. Tapi dia yakin, ada sesuatu di balik semua ini. Dan dia harus berhasil mengungkapnya. Misi harus berhasil !!
                                                J J J
            Saat Toni sampai di rumah sakit, ternyata Ibu Gisel sudah sadarkan diri walaupun keadaannya masih sangat lemah. Gisel terlihat sangat bahagia dan bersemangat dalam merawat ibunya, terlebih sekarang ada kakek-nenek yang menemaninya, Rita pun sangat bahagia karena dia bisa bertemu dengan orang tuanya lagi. Walaupun dia dulu sempat sakit hati dengan perlakuan orang tuanya, namun bagaimanapun juga dia adalah orang tuanya yang sangat dia sayangi.
            Toni yang menyaksikan hal itu terharu. Dia sendiri juga merasa dia sudah menjadi bagian dari keluarga itu, walaupun tak ada ikatan status seperti yang dia harapkan dengan Gisel. Baginya yang terpenting saat ini adalah menguatkan Gisel dalam keadaan terburuk sekalipun, dia hanya ingin menjadi yang terbaik untuk Gisel seperti pesan ibu Gisel padanya, agar Gisel bisa merasakan cinta yang sesungguhnya.
            “ Ton.. ibu udah sadar Ton..,, “ kata Gisel dengan sangat riang menyambut kedatangannya sambil mendekati Toni . Toni hanya tersenyum sambil membelai rambut Gisel. Hal ini membuat Gisel merasa tenang dan dia tak munafik, memang Toni terlihat sangat mempesona saat itu. Sesaat pandangan mereka beradu, sementara orang-orang yang ada di sekitar mereka menyaksikan hal itu, termasuk ibu Gisel yang terlihat tersenyum senang. Sang nenek gaul merasa geli melihat hal itu, dia mengeluarkan ponsel dan memotret kejadian itu, jelas membuat Gisel dan Toni salah tingkah dibuatnya.
             “ Ibu, sudah baikan?” kata Toni yang masih salah tingkah sambil mendekati ibu Gisel, sepertinya ingin mengalihkan perhatian.
            “ Sudah Ton, makasih ya udah mau jagain Gisel selama ibu Tidur.”
            Toni hanya tersenyum, dia tersipu malu.
            Beberapa hari kemudian Ibu Gisel mengalami perubahan yang signifikan, bahkan tim dokter heran atas perkembangan kesehatan ibu Gisel. setitik harapan ada di depan mata. Bagi Gisel yang terpenting saat ini adalah kesembuhan ibunya, walaupun tak bisa normal seperti sedia kala dia sudah bersyukur dengan keadaan ibunya sekarang.
             
Bersambung…